Sabtu, 18 May 2019 13:34 UTC
DICIDUK. Nenek lima cucu ini diciduk polisi karena menyewakan kamar kosnya untuk praktik prostitusi. Foto: Khaesar Glewo
JATIMNET.COM, Surabaya – Kawasan Jalan Putat Jaya ternyata belum benar-benar bersih dari praktik prostitusi yang dulu dikenal dengan sebutan “Lokalisasi Dolly”. Praktik bisnis haram tersebut masih ada dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Buktinya, Yuniarti (69) warga Jalan Putat Jaya masih bisa menyewakan kamar kos miliknya untuk layanan prostitusi. Polisi pun menciumnya dan terpaksa menciduk nenek lima cucu ini untuk diproses hukum oleh Unit Perenpuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya.
BACA JUGA: Berharap Untung dari Burung
Saat dirilis di depan awak media, Yuniarti sempoyongan ketika berjalan sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Sejak ditinggal suami saya tidak bisa apa apa lagi. Ditambah menghidupi kelima cucu saya," kata Yuniarti sambil menangis, Sabtu 18 Mei 2019.
Yuniarti mengaku tidak mampu menghidupi kelima cucunya dari hasil uang kos yang setiap bulan dihasilkan dari sewa kamar kos. Jalan hitam dengan menyewakan satu kamarnya untuk prostitusi pun diambilnya. "Mau kerja jadi buruh cuci juga sudah tidak kuat. Jalan satu satunya ini," ujarnya.
BACA JUGA: Kampung Inggris Dolly Bakal Kedatangan Bule Jerman Akhir Februari
Untuk satu jam sewa kamar yang akan digunakan pelanggan, Yuniarti mengaku mematok tarif Rp 25 ribu.
Ia berdalih tidak mengetahui jika di kawasan Dolly sudah tidak boleh lagi beroperasi bisnis prostitusi. "Saat pelarangan dari Bu Risma itu saya tidak ada di rumah," katanya.
BACA JUGA: Pelaku UMKM Dolly Tersinggung Usahanya Disebut Imitasi
Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya, AKP Ruht Yeni mengatakan jika pelaku sudah menjalankan bisnis tersebut sekitar sebulan yang lalu. "Selama itu pelaku melayani pekerja seks yang ingin menyewa kamarnya untuk prostitusi," jelasnya.
Dari tangan pelaku polisi mengamankan uang sebesar Rp 150 ribu hasil menyewa kamar kos, sarung dan kipas. Pelaku juga dijerat dengan pasal 2 UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO dan Pasal 296 KUHP atau Pasal 506 KUHP. "Ancaman hukuman lima tahun penjara," kata Yeni.