Rabu, 03 December 2025 09:00 UTC

Suasana sidang kasus penyelundupan batu bara ilegal yang menjerat Yuyun Hermawan dan Chairil Almutari di PN Surabaya. Foto: Januar.
JATIMNET.COM, Surabaya - Yuyun Hermawan, Direktur PT Best Prima Energy (BPE) dan Chairil Almutari menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keduanya duduk di kursi pesakitan karena terlibat dalam kasus penyelundupan batu bara ilegal.
Dalam persidangan terungkap, PT Meratus Line ceroboh usai Kapal KM. Meratus Cilegon SL236S milik PT Meratus Line telah mengangkut 1.140 ton batu bara ilegal yang dikemas dalam 57 kontainer dari Kalimantan Timur dengan tujuan Surabaya.
Saat membaca dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho mengatakan bahwa dua terdakwa diketahui telah menyelundupkan 1.140 ton batu bara yang dikemas dalam karung.
Terdakwa Yuyun, Direktur PT BPE diketahui membeli batu bara dari sejumlah penambang yang ada di Kalimantan Timur.
Hasil tambang itu diketahui tidak memiliki izin penambangan batu mineral seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) / Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IPR, SIPB atau izin lain yang disyaratkan pemerintah.
Namun, dengan bantuan terdakwa Chairil Almutari, Yuyun bisa mendapatkan IUP dan IUPK dari PT Mutiara Merdeka Jaya milik Indra Jaya Permana.
BACA: Bareskrim Sita 351 Kontainer Batu Bara Ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Dari perusahaan tersebut, terdakwa Yuyun akhirnya bisa melengkapi dokumen. Hingga akhirnya melakukan pengiriman yang bekerja sama dengan jasa shipping PT Meratus Line.
Saksi Yulia, Kepala Cabang PT Meratus Line Balikpapan pun membenarkan jika terdakwa merupakan kliennya. Ia menyebut, PT BPE melakukan pengiriman ke Meratus Line. "Benar, bahkan sebelum saya menjabat sudah ada," ungkapnya.
Disinggung apakah ada perjanjian tertulis terkait dengan pengiriman tersebut, ia memastikannya tidak ada. "Tidak ada perjanjian tertulis,"tambahnya.
Terkait dengan proses pengiriman, Yulia mengaku tidak ada persyaratan khusus. Namun, ia memastikan bahwa para relasinya bisa langsung melakukan booking. "Proses pengiriman dari relasi ke Meratus bisa langsung booking," katanya.
Ditanya hakim apakah dirinya pernah melihat dokumen yang dimiliki oleh PT BPE, Yulia, mengaku pernah melihatnya. Ia bahkan memastikan dokumen tersebut sudah lengkap.
Namun, ia juga mengakui jika pihak perusahaannya tidak dapat melakukan proses verifikasi faktual terkait dengan dokumen tersebut.
"Dari dokumen yang diterima, lalu kita teruskan ke KSOP untuk dimuat. Kita tidak punya (proses) verifikasi. Dasarnya hanya dokumen yang diberikan pada KSOP lalu dari sana kita muat,"pungkasnya.
BACA: Garap Tambang Batu Bara, Muhammadiyah Siapkan Perseroan dan Koperasi
Sementara itu, kedua terdakwa saat ditanya hakim apakah akan bertanya atau membantah pernyataan dari saksi, terdakwa Yuyun menjawab tidak ada. Ia justru nampak sibuk membenarkan posisi masker untuk menutupi wajahnya. Dalam perkara ini kedua terdakwa nampak tidak didampingi oleh pengacara.
Dari dakwaan JPU terungkap bahwa perusahaan yang dipimpin Yuyun, yakni PT BPE bergerak di bidang penjualan batu bara. Perusahaan itu diketahui telah membeli batu bara dari para penambang yang tidak memiliki IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin yang syaratkan pemerintah (ilegal) di daerah Lampek, Kelurahan Sungai Seluang, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Secara terinci, dalam dakwaan jaksa disebutkan Yuyun telah membeli batu bara dari para penambang antara lain, Kapten AY dari Kodam di Balikpapan sebanyak 10 kontainer dengan harga Rp80 juta.
Kemudian, Fadilah, petani yang dikoordinasikan oleh Letkol Purn. HI sebanyak 16 kontainer dengan harga Rp8 juta perkontainer total harga Rp108 juta.
Lalu, dari petani bernama Agus Rinawati sebanyak 10 kontainer dengan harga Rp.7 juta per kontainer. Terakhir, dari penambang bernama Rusli sebanyak 21 Kontainer dengan harga R.7 juta per kontainer dan telah dibayarkan lunas sebanyak Rp147 juta.
"Batu bara yang telah diterima terdakwa berjumlah total 1.140 Ton yang kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung yang telah dimuat ke dalam 57 kontainer,” tulis dakwaan JPU Hajita.
Masih dalam dakwaan, batu bara ilegal itu kemudian dikemas menggunakan kontainer berwarna biru dan diangkut menggunakan jasa shipping atau jasa pelayaran KM Meratus Cilegon SL236S milik PT Meratus Line menuju Surabaya melalui jalur laut.
KM Meratus Cilegon SL236S lalu berangkat dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Kemudian, KM Meratus Cilegon SL236S yang memuat 57 kontainer berisikan Batubara tersebut sandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Lalu, melakukan bongkar dan menempatkan 57 kontainer yang berisikan batu bara di Blok G Depo Meratus Tanjung Batu, Kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya.
Hingga akhirnya, Tim dari Unit 5 Subdit V Dittipidter Bareskrim Polri menangkap 57 kontainer berisi batu bara yang rencananya akan dijual oleh terdakwa ke industri atau pabrik di wilayah Surabaya dan sekitarnya dengan harga Rp26,5 juta per kontainer.
