Selasa, 03 November 2020 07:00 UTC
Ilustrasi: Pixabay.com
JATIMNET.COM, Surabaya - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, Andriyanto menyebut tingkat perceraian di Jawa Timur selama pandemi terbilang tinggi. Data yang dimilikinya, hingga September 2020 tercatat sebanyak 55.747 kasus.
Jumlah itu, kata dia, meningkat tajam dibanding tahun 2019. Pada tahun lalu perceraian tercatat sebanyak 8.303 kasus. Angka yang cukup memperhatikan. "Ini karena kalau terjadi perceraian, suka tidak suka, mau tidak mau bahwa yang terdampak adalah anak-anak," kata Andriyanto, Selasa 3 November 2020.
Dampaknya, menurut dia, yakni terkait pelantaran anak. Biasanya pengasuhan anak biasanya jadi terbengkalai. "Pada konteks perlindungan anak, akan muncul kasus penelentaran anak, pengasuhan anak yang rendah dan kasus traficking anak,” imbuhnya.
BACA JUGA: Di Tengah Pandemi, Faktor Ekonomi Perceraian di Ponorogo Masih Terjadi
Selain soal angka perceraian yang tinggi, DP3AK Jatim juga mencatat kekerasan perempuan dan anak sepanjang tahun ini meningkay. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) menyebutkan, hingga 2 November 2020 sebanyak 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi.
Rata-rata dari kekerasan perempuan dan anak terjadi di dalam rumah tangga. Andri bertekad untuk menyelesaikan kasus tersebut, mengingat selama pandemik Covid-19 banyak masyarakat yang beraktivitas dari rumah.
Sehingga jika terus dibiarkan akan menjadi konflik sosial hingga perceraian. “Kalau ini tidak bisa kita tangani, maka bisa menyebabkan persoalan konflik sosial, persoalan anak berhadapan dengan hukum dan persoalan perkawinan anak serta seterusnya, termasuk perceraian” tegasnya.
BACA JUGA: Perceraian Tinggi, Fatayat NU Tuban Siapkan Sekolah Pranikah
Langkah yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini, kata dia, pihaknya segera membuat tim pemulihan sosial. Dalam tim tersebut ada bidang konseling untuk keluarga sejahtera.
Pihaknya akan membentuk tim ini di Bakorwil-bakorwil yang ada di Jatim. Seperti di Malang, Jember, Bojonegoro, Madiun hingga Sumenep. "Layanan bisa online dan offline. Yakni, untuk melayani pengendalian penduduk, ketahanan keluarga dan terapi stres anak pada pendidikan,” tandasnya.