Rabu, 14 August 2019 07:18 UTC
Tugu pahlawan di Surabaya. Foto: Dyah Ayu Pitaloka
JATIMNET.COM, Surabaya – Setelah kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, tidak lantas membuat masyarakat Surabaya aman dari serangan Belanda dan sekutunya.
Sejarawan Universitas Airlangga, Punawan Basundoro menyebut justru setelah merdeka, kondisi Surabaya semakin membara.
“Kemarahan dan ketegangan justru meningkat, ada pengibaran bendera Belanda, masyarakat saling bertanya, katanya merdeka tapi kenapa Belanda mengibarkan lagi,” ungkap Punawan kepada Jatimnet, Selasa, 13 Agustus 2019.
Ia menceritakan, sekitar akhir Agustus, Jepang sudah kehilangan kedigdayaannya. Bendera Jepang diturunkan para pemuda untuk digantikan bendera Merah-Putih.
BACA JUGA: Tahun 1945, Kabar Proklamasi Kemerdekaan Tiba Terlambat di Surabaya
Namun tidak lama, bendera triwarna, Merah – Putih – Biru milik Belanda berkibar di Hotel Yamato, Tunjungan, tepatnya pada 19, September 1945.
“Ada perobekan bendera (Belanda) 19 September di Hotel Yamato, setelah itu timbul kehebohan,” ungkapnya.
Cerita 19 September di Hotel Yamato disebutnya terjadi karena Ploegman, bekas kapten tentara kolonial Belanda dengan nekat mengibarkan bendera Belanda di atas hotel.
“Padahal saat itu yang berbahaya adalah pasukan sekutu Inggris, mereka mendarat di Surabaya, sekutu datang ingin membereskan Jepang, tapi sekutu berhadapan dengan masyarakat Surabaya karena mereka (sekutu) datang membawa Belanda,” paparnya.
BACA JUGA: Jelang Agustus, Penjual Bendera Musiman Surabaya Jemput Pembeli Sejak Juli
Kabar mengenai pasukan Inggris dan Belanda yang datang ke Surabaya, cepat menyebar dan meningkatkan kecurigaan masyarakat Surabaya, selama September hingga November 1945.
“Pola gerakan masyarakat Surabaya saat itu sporadis, orang Inggris yang muncul di pelabuhan tanjung perak dicurigai, selama bulan Oktober tembak menembak terjadi di mana – mana, hingga Bung Karno datang di akhir Oktober untuk meredam ketegangan,” jelasnya.
Bahkan, akibat tembak menembak dan ketegangan di Surabaya, Panglima Jenderal Inggris saat itu, Mallaby meninggal di awal November, yang akhirnya menyebabkan kemarahan Inggris memuncak.
“Sekutu Inggris meminta warga Surabaya mengibarkan bendera putih, datang ke Pelabuhan Tanjung Perak untuk menyerahkan senjata,” tuturnya.
BACA JUGA: Mulai Agustus, Syarat Menikah Harus Tes Urine
Namun yang terjadi, warga Surabaya menolak menyerah dan akhirnya perang besar terjadi di Surabaya hingga mencapai puncaknya pada 10 November 1945.
“Setelah kemerdekaan tokoh Surabaya muncul, ada Bung Tomo, Roeslan Abdul Gani, Soetopo, HR Moehammad, lokasi peperangan banyak sekali saat itu seperti Tugu Pahlawan, Bambu Runcing, dan Tunjungan,” tuturnya.