Hari Istiawan

Reporter

Hari Istiawan

Selasa, 11 Desember 2018 - 13:35

JATIMNET.COM, Surabaya – Malang Corruption Watch (MCW) merilis laporan akhir tahun terkait perkara korupsi di Jawa Timur yang disidang di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya. Sampai akhir November 2018, terdapat 192 perkara dengan 116 terdakwa yang telah diputus. Sebagian besar putusan majelis hakim masuk kategori ringan.

“Kalau diambil rata-rata, vonis hakim terhadap koruptor hanya 2 tahun 3 bulan penjara,” kata Koordinator MCW Fahrudin, Selasa 11 Desember 2018.

Berdasarkan penelusuran MCW melalui (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) SIPP Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya dan Direktori Putusan serta informasi dari media, pada tahun 2017 terdapat 288 perkara tindak pidana korupsi dengan 331 terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya. Sedangkan sampai akhir November tahun 2018, perkara korupsi menurun menjadi 192 perkara dengan 116 terdakwa.

Seluruh perkara di tahun 2017 telah diputus oleh Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya. Sedangkan di tahun 2018 masih ada 113 perkara yang sudah diputus oleh Pengadilan Tipikor Surabaya.

Dari penelusuran itu, kata Fahrudin, vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa sebagian besar masuk dalam kateogori ringan yaitu sebesar 61 persen. Sedangkan kategori sedang sebanyak 22 persen, kategori berat sebesar 1 persen. “Dan 1 persen di antaranya divonis bebas/lepas,” katanya.

Fahrudin menyoroti parahnya kasus korupsi yang terjadi di Jawa Timur. Setidaknya Jatimnet.com menacatat ada 13 bupati/walikota yang terjerat kasus korupsi selama empat tahun terakhir.

Dari laporan MCW, modus korupsi yang dilakukan oleh sebagai besar kepala daerah di Jawa Timur adalah melalu suap. Suap menyuap merupakan salah satu tindak pidana korupsi yang sulit dibuktikan, kecuali melalui tangkap tangan (OTT).

Karenanya, MCW menilai KPK harus tetap diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan terhadap penyelenggara Negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. “Bukan justru kewenangan tersebut dihilangkan,” ujar Fahrudin.

Yang lebih penting menurut Fahrudin adalah dibangunnya satu sistem yang mampu menutup celah potensi suap dalam penyelenggaraan roda pemerintahan di daerah. Salah satunya adalah dengan menjadikan Pendidikan Anti Korupsi ujung tombak dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

Baca Juga

loading...