Zaini Zain

Reporter

Zaini Zain

Minggu, 5 Desember 2021 - 07:00

JATIMNET.COM, Situbondo – Melaut menjadi ladang mata pencaharian bagi masyarakat pesisir pantai utara Situbondo. Maklum, Kabupaten Situbondo memiliki luas  pantai 150 kilometer terpanjang di Jawa Timur, sehingga sebagian warganya menggantungkan hidup di laut sebagai nelayan. Semakin banyak tangkapan ikan, semakin senang nelayan saat pulang berlabuh ke darat. 

Kepiawaian nelayan menebar jala atau jaring menentukan seberapa banyak hasil tangkapan ikannya. Menebar jala saat cuaca ekstrem tak ubahnya sedang bertaruh nyawa di tengah laut.  Saat ini, ada sekitar 9.043 warga pesisir Situbondo bekerja sebagai nelayan Situbondo tersebar di 13 Kecamatan dan 36 desa kawasan Pesisir. 

“Itu jumlah nelayan yang sudah memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota). Selain jumlah itu masih ada nelayan tidak tetap karena selain mencari penghasilan di laut biasanya juga jadi petani,” kata Kepala Seksi Peningkatan Kapasitas dan Pendampingan Nelayan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Situbondo Muhammad Zaini, Jumat, 3 Desember 2021. 

Pekerjaan jadi nelayan dinilai memiliki risiko tinggi. Selalu ada peristiwa nelayan tenggelam setiap tahunnya. Kasus nelayan tenggelam terbesar di Kabupaten Situbondo terjadi pada 2013 dan 2015. Pada Juni 2015 silam ada dua perahu nelayan asal Panarukan tenggelam diterjang angin puting beliung.  Dari 27 nelayan, delapan nelayan di antaranya hilang dan 19 nelayan ditemukan dalam keadaan selamat.   

BACA JUGA: Cuaca Buruk Hampir Sepekan Nelayan Tak Melaut

Dua tahun berselang tepatnya pada Februari 2015, sebuah perahu nelayan asal Besuki tenggelam saat melaut pada radius 6 mil dari bibir pantai. Sebanyak delapan dari 17 nelayan hilang. Terbaru, perahu nelayan tenggelam pada April 2021 lalu. Sebuah perahu nelayan karam karena kelebihan muatan. Beruntung,  12 nelayan berhasil diselamatkan nelayan lain yang kebetulan melintas di lokasi kejadian. 

“Sebenarnya laut selat Madura relatif aman. Kasus perahu nelayan tenggelam biasanya terjadi saat musim penghujan seperti sekarang ini. Saat cuaca ekstrem ketinggian ombak selat Madura bisa mencapai 3 meter,” katanya. 

Menurut Zaini, berbagai upaya pendampingan dilakukan terhadap para nelayan, termasuk mengikutsertakan program asuransi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sejak 2016 hingga 2019, ada sekitar 3.000 nelayan sudah terdaftar Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN). Namun program asuransi ini dihentikan karena anggarannya terkena refocusing penanganan Covid-19. 

“Dari 9.043 nelayan yang terdata di DKP, ada sekitar 3 ribuan sudah memiliki asuransi gratis selama setahun dari KKP.  Tapi sejak 2020 program ini sudah dihentikan,” ujarnya. 

Saat ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan proaktif turun menemui nelayan untuk melakukan sosialisasi pentingnya perlindungan jaminan sosial, mengingat para nelayan merupakan pekerja informal dengan risiko tinggi. 

“Sejauh ini, para nelayan kurang memperhatikan pentingnya perlindungan jaminan sosial meski mereka termasuk kelompok rentan. Arti kelompok rentan itu karena penghasilan mereka tidak cukup untuk dimakan satu bulan,” kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Situbondo Bayu Wibowo. 

BACA JUGA: Kelebihan Muatan Ikan, Perahu Nelayan Situbondo Tenggelam di Selat Madura

Menurut Bayu, pihaknya telah melakukan berbagai langkah terobosan untuk mengedukasi para nelayan, termasuk melalui program lomba mancing.  Sosialisasi melalui lomba mancing ini sangat efektif dan berhasil menjaring nelayan ikut program BPJS. Terbukti, saat digelar lomba mancing di pantai Bletok Kecamatan Bungatan beberapa waktu lalu, sebanyak 400 nelayan ikut jadi peserta program BPJS ketenagakerjaan. 

“Saat para nelayan mendaftar lomba mancing sekaligus mendaftar BPJS. Ini cara sangat efektif karena para nelayan antusias ikut lomba sekaligus mendaftar jadi peserta BPJS ketenagakerjaan,” ujarnya. 

DAFTAR BPJS. BPJS Ketenagakerjaan membuka pendaftaran bagi nelayan saat lomba mancing di pantai Bletok, Kecamatan Bungatan, Situbondo, Jawa Timur. Foto: Hozaini

Menurutnya, melalui program BPJS ketenagakerjaan, para nelayan cukup membayar iuran Rp16.800 setiap bulan. Para nelayan sudah memiliki dua manfaat sekaligus, yaitu memiliki asuransi keselamatan dan jaminan hari tua. Agar iuran tersebut tak membebani, para nelayan juga diberikan edukasi agar bisa menyisihkan uang penjualan ikan setiap hari Rp500-1.000. 

“Kami hadir  ingin memberikan perlindungan jaminan sosial dengan dua manfaat sekaligus. Kami juga tahu kondisi sosial ekonomi mereka (nelayan). Oleh karena itu, para nelayan perlu membiasakan diri menyisihkan uangnya setiap hari dan hal itu akan sangat meringankan,” tuturnya. 

Berbantal Ombak Berselimut Angin

Bagi nelayan pantai utara Situbondo, ungkapan bahasa Madura abental ombek asapok angin (berbantal ombak berselimut angin) bukan sekadar peribahasa, melainkan menggambarkan beratnya pekerjaan menjadi nelayan. Saat mereka berada di tengah laut, mereka seperti sedang bertaruh nyawa karena mengistilahkan lautan seperti kuburan. 

“Itu benar sekali, saat angin dan hujan nelayan tak bisa berteduh dan tetap melaut. Dua perahu yang tenggelam diterjang angin puting beliung 2015 silam bukti nyata. Saat itu saya ikut melakukan pencarian dan sampai sekarang sebagian nelayan belum ditemukan,” kata Supriyono, pemilik perahu “Misna Jaya”, warga Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan. 

Menurut Supriyono, sebagai pemilik perahu, dirinya menilai sangat penting adanya perlindungan jaminan sosial bagi nelayan. Di era Menteri KKP Susi Pudjiastuti sudah pernah dilakukan melalui program BPAN.  Hanya saja, program itu memiliki banyak kelemahan karena nelayan yang mengalami kecelakaan kadang sulit mengambil haknya. Selain itu, banyak nelayan telat memperpanjang karena BPAN hanya gratis selama satu tahun. 

BACA JUGA: Pamit Cari Nafkah, Nelayan Situbondo Pulang Jadi Jenazah

Selama ini, para nelayan kurang mendapat perhatian meski pekerjaan mereka sangat berisiko di tengah laut. Berbagai peristiwa perahu tenggelam perlu menjadi bahan evaluasi.  Ia mendukung program perlindungan jaminan sosial bagi nelayan melalui program BPJS Ketenagakerjaan. 

“Program BPAN perlu dilanjutkan, hanya saja sistemnya harus diubah. Nelayan bisa didaftarkan melalui BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapat perlindungan jaminan sosial. Ini program bagus karena memberikan perlindungan sekaligus jaminan hari tua,” ujar pria yang sedang menyelesaikan program doktor ilmu hukum di Universitas Jember (Unej) ini. 

Supriyono menilai para nelayan termasuk kelompok rentan secara sosial ekonomi. Selain perlunya program asuransi, diperlukan juga program pengaman sosial bagi nelayan terutama saat terjadi paceklik ikan.  Sejauh ini, para nelayan selalu akrab dengan pegadaian. Saat paceklik ikan dan nelayan tak melaut, mereka menggadaikan apa saja untuk bertahan hidup. 

“Agar program ini tepat sasaran, maka pendataannya berbasis e-KTP dan keterangan dari pemerintah desa.  Jadi, e-KTP nelayan yang sebelumnya tertulis wiraswasta harus diubah jadi nelayan. Ini sangat penting agar bantuan benar-benar diterima yang berhak. Misalnya ada bantuan beras bagi nelayan saat paceklik ikan” ujarnya.

Baca Juga

loading...