Logo

Rekonstruksi Penganiayaan Santri Ponpes Mamba'ul Ulum Tertutup

Reporter:,Editor:

Sabtu, 24 August 2019 14:45 UTC

Rekonstruksi Penganiayaan Santri Ponpes Mamba'ul Ulum Tertutup

TERTUTUP: Polisi berjaga di depan dan di dalam pagar ponpes selama jalannya rekonstruksi tertutup. Foto: Karina.

JATIMNET.COM, Mojokerto - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Mojokerto menggelar rekonstruksi di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) Mamba'ul Ulum di Desa Awang-awang, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Sabtu 24 Agustus 2019.

Rekonstruksi penganiayaan dengan tersangka WN (17) dan AR (16) sebagai korbannya digelar secara tertutup. Pelaksanaan rekonstruksi dijaga ketat dari anggota Polres Mojokerto.

Bahkan awak media harus terhenti di depan pagar dan tidak diperkenankan masuk ke dalam lokasi rekonstruksi untuk mengambil gambar.

Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP M. Ferry Solichin membenarkan adanya rekonstruksi terkait kasus penganiayaan di lingkungan Ponpes Mamba'ul Ulum. Rekonstruksi sengaja dilakukan tertutup, sebab melibatkan anak di bawah umur.

BACA JUGA: Santri PP Mamba’ul Ulum Mojokerto Dianiaya Senior hingga Meninggal

Dalam rekonstruksi terdapat 14 reka adegan, semua rangkaian diperagakan pelaku WN mulai dari penganiayaan terjadi dan menyebabkan korban meninggal dunia.

“Reka adegan penganiayaan yang menyebabkan korban AR terluka parah dan menyebabkan kematian ada di reka adegan keempat, lima, dan enam. Dimana pelaku diketahui menendang rahang korban, hingga membentur tembok, kemudian menginjak korban sampai pingsan," ungkapnya.

Selepas rekonstruksi, pihak Ponpes Mamba'ul Ulum lewat kuasa hukumnya, Agus Sholahuddin mengatakan, kalau pihak ponpes tetap mengikuti proses hukum yang berlaku. Serta meminta maaf kepada seluruh wali santri, maupun pondok pesantren di Indonesia terkait peristiwa yang menjadi isu nasional.

"Saya sebagai kuasa hukum pihak Ponpes Mamba'ul Ulum dan WN, ingin mengklarifikasi terkait bantahan pihak pondok di awal kejadian. Pihak pondok tidak pernah sama sekali membantah atau menutup-nutupi terkait masalah ini. Hanya saja pada waktu itu kejadiannya sangat singkat sekali," ungkapnya pada awak media.

MELINTANG: Truk milik ponpes sengaja diparkir melintang untuk menjaga keamanan selama rekonstruksi berlangsung. Foto: Karina.

Dimana, Gus Didin dan Ning Dilla selaku pengurus Ponpes Mamba'ul Ulum terlalu tergesa-gesa dalam menyampaikan informasi terkait penyebab kematian AR.

"Saat itu pengasuh ponpes menerima laporan dari para santri kalau AR jatuh dari lantai dua ponpes. Kemungkinan takut ditanya pengasuh pondok, santri menjawab jatuh dari lantai dua," jelasnya.

Saat kejadian, pengasuh tidak lagi memperhatikan penyebab pastinya korban terluka. Dan segera membawa korban ke Rumah Sakit Prof. Dr. Soekandar Mojosari, sampai akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Sakinah Mojokerto supaya segera ditangani. Walau akhirnya korban menghembuskan nafas terakhir dalam perawatan, Rabu 21 Agustus 2019 lalu.

"Saat itu pengasuh memberi informasi ke teman-teman media berdasarkan informasi santri. Akan tetapi faktanya berbeda, bahwasanya telah terjadi penganiayaan oleh WN yang ditunjuk sebagai ketua kamar di lingkungan ponpes. Kejadian ini baru pertama kali terjadi di lingkungan ponpes sejak 68 tahun berdirinya Ponpes Mamba'ul Ulum," ucapnya.

BACA JUGA: Polisi Periksa Empat Saksi Penganiayaan Santri Ponpes Mamba'ul Ulum

Pihak ponpes merasa kecolongan dengan peristiwa anarkis yang ada di lingkungan santrinya. Sebab WN menjadi ketua kamar berdasarkan pilihan para santri yang berada dalam satu kamar. Tugas WN mengawasi kebersihan kamar dan membuat jadwal piket kebersihan kamar.

Pihak ponpes menyatakan, sudah melakukan mediasi dengan kedua belah pihak, baik orang tua korban AR yang diwakili ayah tiri korban, maupun ibu pelaku WN dalam surat perjanjian damai.

"Meskipun sudah ada surat perjanjian damai, proses hukum terhadap pelaku tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku," terang Agus, selaku pengacara Ponpes Mamba'ul Ulum dan WN.