Rabu, 11 September 2019 11:08 UTC
Ilustrasi kekerasan pada anak oleh Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya – Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Timur, Zahrotul Ulya, mengatakan persoalan kekerasan seksual sering dimulai dari keluarga. Seperti pemerkosaan, pernikahan dini, inses, hingga perkosaan di dalam rumah tangga.
“Kami melihat persoalan kekerasan seksual ini dapat diatasi mulai dari keluarga, misalnya mendorong agar tidak terjadi perkawinan anak hingga mencegah terjadinya perkosaan dalam perkawinan serta melawan inses atau hubungan sedarah,” ungkap Zahra, Rabu 11 September 2019.
Zahra mencontohkan tentang perkawinan anak yang sebenarnya dapat dicegah melalui keluarga, ia menyebut perlindungan seharusnya diberikan kepada anak di bawah usia 18 tahun.
BACA JUGA: Pemkot Mojokerto Terus Dampingi Balita Terduga Korban Tindak Asusila
“Orang tua wajib melakukan pencegahan perkawinan anak yang menimbulkan masalah kesehatan dan kependudukan, seperti kematian ibu dan stunting,” jabarnya.
Selain perkawinan anak, seringkali terjadi pemerkosaan hubungan seksual dalam perkawinan. Pihaknya menyebut memiliki data bentuk kekerasan seksual dalam ranah privat terjadi dalam bentuk hubungan sedarah atau inses.
“Tak hanya pasangan, bentuk kekerasan seksual dalam ranah privat, dengan angka tertinggi adalah inses yang mencapai 1.071 kasus pada tahun 2018 lalu,” tambahnya.
BACA JUGA: Balita Usia 4,5 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual di Mojokerto
Secara khusus, pihaknya juga menyoroti praktik sunat atau khitan perempuan masih dikehendaki oleh sebagian besar orang tua di Indonesia. Ia menyebut tradisi ini merampas hak manusia untuk terbebas dari praktik yang menyakitkan.
“Sunat perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM) merupakan praktik yang masih dikehendaki oleh 90 persen orang tua di Indonesia, data ini diambil di tahun 2013,” lanjutnya.
Oleh karenanya, ia menyebut salah satu bentuk perlindungan terhadap kekerasan seksual adalah melalui disahkannya UU Pemberantasan Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh DPR-RI.
“Wacana ini harus terus didorong, agar melengkapi undang-undang lainnya yakni UU KDRT dan UU Perlindungan Anak,” desaknya.