Rabu, 16 October 2019 16:26 UTC
Foto: IST
JATIMNET.COM, Jember – Tinggal beberapa jam lagi, UU KPK hasil revisi otomatis akan berlaku. Sebab harapan publik dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) guna mencegah pelemahan KPK, tidak ada tanda-tanda terwujud.
"Secara normatif, UU KPK hasil revisi akan otomatis berlaku meski tidak ditandatangani presiden,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Herlambang Perdana Wiratraman di Universitas Jember, Rabu 16 Oktober 2019.
Dengan berlakunya UU KPK hasil revisi yang disahkan dalam Paripurna DPR pada 17 September 2019 lalu, Herlambang menilai masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kian memudar.
BACA JUGA: Akademisi Desak Presiden Segera Keluarkan Perppu KPK
Hal ini karena poin-poin penting dalam UU KPK yang baru tersebut, amat kentara membatasi kewenangan dan independensi KPK dalam memberantas korupsi.
“Saya tidak bisa membayangkan revisi UU KPK yang akan berlaku mulai 17 Oktober besok itu akan menjadi bandul yang mengarah pada pelemahan agenda pemberantasan korupsi,” tutur doktor ilmu hukum dari Universitas Leiden, Belanda itu.
Menurutnya, absennya presiden dalam mencegah pelemahan KPK memperkuat kuasa oligarki di Indonesia. Hal ini juga seiring dengan meningkatnya kasus-kasus kekerasan.
Penyebabnya adalah dua faktor utama, yakni advokasi terhadap korban-korban eksploitasi sumber daya alam secara eksesif dan serta pengungkapan kasus korupsi.
BACA JUGA: Pusat Kajian Anti Korupsi di Surabaya Desak Perppu KPK
“Jurnalis mati kan tidak sedikit, karena mengungkap kasus korupsi. Seperti AA Narendra Prabangsa di Bali dan Herliyanto di Probolinggo," ujar peneliti senior di Pusat Studi HAM (Human Rights Law Studies/ HRLS) Unair ini.
Pentingnya upaya penguatan KPK, lanjut Herlambang, tidak sekadar untuk menjaga kerja pemberantasan korupsi. Tetapi juga terkait dengan usaha melawan menguatnya oligarki di Indonesia.
“Jika Jokowi tidak lagi peka terhadap suara publik, saya khawatir dampaknya tidak hanya soal agenda pemberantasan korupsi, tetapi juga pelanggaran HAM. Ke depan, akan sering terlihat penegakan hukum yang diskriminatif dan penguatan impunitas,” papar Herlambang.