Senin, 14 October 2019 14:22 UTC
DESAK PRESIDEN. Kalangan akademisi dan YLBHI Jakarta saat menyampaikan desakan Perppu KPK di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jember. Foto: Adi Zaini
JATIMNET.COM, Jember – Akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan sejumlah organisasi yang mewadahinya mendesak Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang UU KPK hasil revisi.
Akademisi menilai, Perppu KPK yang sempat dijanjikan Presiden Jokowi belum ada kejelasan. Di sisi lain, presiden hingga detik ini juga belum menandatangani UU KPK hasil revisi yang sudah disetujui dalam rapat paripurna DPR sebulan yang lalu. Karena itu, kalangan akademisi kembali mendesak Presiden Jokowi untuk berani mengeluarkan Perppu KPK.
"Secara formal, meski belum ditandatangani oleh presiden, RUU otomatis berlaku sejak 30 hari setelah disetujui bersama oleh Presiden dan DPR. Seharusnya presiden berani segera mengeluarkan Perppu KPK. Perppu itu seharusnya tidak berjarak terlalu jauh dari situasi kegentingan yang memaksa," kata Herlambang Perdana Wiratraman, peneliti Pusat Studi Hukum dan HAM Unair, usai membacakan pernyataan sikap bersama di Universitas Jember, Senin 14 Oktober 2019.
BACA JUGA: Pusat Kajian Anti Korupsi di Surabaya Desak Perppu KPK
Mengacu pada Pasal 73 ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kata Herlambang, maka UU tersebut otomatis berlaku pada 17 Oktober mendatang meski presiden belum membubuhkan tanda tangannya dalam lembaran negara.
Herlambang menegaskan presiden memiliki landasan hukum yang cukup kuat untuk mengeluarkan Perppu KPK. Yakni pasal 22 ayat 1 UUD 1945 jo Pasal 1 angka 4 UU No 12 tahun 2011. Ihwal pemaknaan kegentingan yang memaksa ini juga telah diperjelas oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 138/PU-VII/2009.
"Ancaman dan tekanan parpol terhadap presiden untuk tidak mengeluarkan perppu, jelas merupakan keinginan agar KPK tidak bisa lagi kuat memberantas korupsi. Selain itu, presiden juga memiliki kewenangan konstitusional prerogratif untuk menerbitkan perppu atas dasar kegentingan yang memaksa," papar doktor hukum alumnus Universitas Leiden ini.
BACA JUGA: Gabungan Akademisi dan Budayawan Tagih Janji Jokowi Keluarkan Perppu KPK
Para akademisi ini percaya dan berharap presiden masih memiliki niat baik untuk mendukung pemberantasan korupsi yang maksimal.
Pernyataan sikap bersama ini didukung puluhan elemen organisasi akademisi dan individu lainnya. Di antaranya Serikat Pengajar HAM Indonesia (SEPAHAM), CHRM2 Universitas Jember, Pusat Studi HAM Universitas Surabaya, Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Unmuh Surabaya, Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) FH UB, Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI),
"Desakan serupa juga telah dan akan dikeluarkan oleh berbagai akademisi dari berbagai daerah. Sebelumnya, sudah ada 2.300 akademisi melalui Aliansi Akademisi Nasional yang sudah bersuara mendesak Perppu KPK untuk mencegah pelemahan pemberantasan korupsi. Kami harap, presiden bisa mendengar tuntutan publik," pungkas Herlambang.