Rabu, 07 October 2020 12:20 UTC
ILUSTRASI Perwakilan Guru Besar dan Akademisi. Foto: pngdownload
JATIMNET.COM, Surabaya - Perwakilan akademisi yang terdiri dari perwakilan guru besar di 67 perguruan tinggi seluruh Indonesia menyatakan sikap menolak pengesahan Undang-undang Cipta Kerja.
Pernyataan sikap itu disampaikan, juru bicara akademisi yang terdiri dari perwakilan guru besar di 67 perguruan tinggi, Prof Susi Dwi Harjanti melalui dalam jaringan (daring), Rabu 7 Oktober 2020.
"Ini adalah keberatan yang disampaikan oleh kami para rakyat Indonesia, terutama dari forum akademisi seluruh universitas di Indonesia," kata Susi, Rabu 7 Oktober 2020.
"Kami berharap agar bapak-bapak, ibu-ibu yang terhormat yang terlibat dalam pembentukan Undang-undang Cipta Kerja mendengarkan keberatan ini. Kami rakyat Indonesia," imbuhnya.
BACA JUGA: Di Tengah Pandemi, KSPN Pastikan Tidak Ikut Aksi Demo Soal RUU Cipta Kerja
Susi yang juga Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran itu menyoroti waktu pengesahan yang terbilang singkat bahkan dilakukan mendekati tengah malam. Biasanya, kata dia, DPR dan pemerintah lamban dalam mengesahkan undang-undang. Termasuk undang-undang yang dibutuhkan masyarakat sekalipun.
"Pengesahan Undang-undang Cipta Kerja sungguh mengejutkan kita semua. Pekerjaan politik yang dilakukan mendekati tengah malam sering kali mendekati penyimpangan. Tetapi juga pengesahan pada tengah malam menjungkirbalikkan persepektif publik terhadap kinerja DPR terhadap pembentukan Undang-undang. Biasanya DPR dan pemerintah lamban membuat Undang-undang," bebernya.
Dirinya juga mempertanyakan prosedur dan materi muatan undang-undang ini. Sebab, dari semua kajian yang telah disampaikan dalam forum pernyataan sikap guru besar ini, banyak pasal tidak sesuai.
Susi mencontohkan pada pasal 18 ayat 5 UUD 45, disebutkan pemerintah daerah dijalankan secara otonomi seluas-luasnya. Kecuali terhadap kewenangan yang ditentukan sebagai kewenangan pemerintah pusat.
BACA JUGA: Buruh Geruduk DPRD Jatim, Bawa Tiga Tuntutan
Di Undang-undang Cipta Kerja, kata dia, justru semakin banyak kewenangan yang bakal ditarik ke pemerintah pusat. Ratusan peraturan pemerintah nantinya yang akan menjadi turunan undang-undang ini, seakan mengerdilkan peran pemerintah daerah. "Bahkan pendapat daerah bisa berkurang," tegasnya.
Pun demikian dengan buruh yang paling getol menyuarakan penolakan. Menurutnya, ada hak buruh yang seakan diambil alih dengan peraturan perusahaan, sehingga berdampak pada buruknya relasi buruh dengan perusahaan.
"Apakah tidak ingin mendengar suara kami suara rayat. Untuk siapa sebenarnya Undang-undang, jika rakyat tidak didengarkan. Padahal Undang-undang itu adalah cara rakyat menentukan bagaimana cara negara diatur, dan bagaimana cara negara diselenggarakan," tegasnya.