Rabu, 30 July 2025 06:40 UTC
Sejumlah warga desa di kawasan timur Jember harus mengantre di SPBU yang ada di kawasan barat Banyuwangi dengan melintasi jalur yang ekstrem, Rabu, 30 Juli 2025. Foto:
JATIMNET.COM, Jember – Krisis distribusi BBM yang terjadi di Jember sejak Sabtu, 26 Juli 2025, berdampak luas terhadap aktivitas masyarakat.
Krisis BBM ini terjadi akibat penutupan akses jalan nasional di Gunung Gumitir selama dua bulan akibat longsor. Jalan tersebut merupakan jalur jalan utama akses perdagangan dan angkutan barang termasuk pasokan BBM dari Depo Pertamina di Banyuwangi.
Jika di daerah perkotaan, jalanan lengang karena orang membatasi aktivitas dan banyak yang terkonsentrasi mengantre di SPBU.
Hal berbeda terjadi di pelosok desa. Sejumlah warga Jember kawasan timur yang berbatasan dengan Banyuwangi terpaksa harus menempuh jalur ekstrem melewati lereng perbukitan atau Gunung Gumitir demi mendapatkan bensin di wilayah barat Banyuwangi.
Mereka rela menempuh puluhan kilometer di jalur alternatif yang melewati perkebunan dengan kondisi jalanan yang terjal dan licin, hanya untuk mendapatkan Pertalite.
Sebab, jalan utama yang merupakan jalan nasional di Gumitir ditutup sejak Kamis, 24 Juli 2025, karena ada perbaikan jalan selama dua bulan akibat longsor.
BACA: Terdampak Penutupan Gumitir, Jalur Distribusi BBM ke Jember Dialihkan
Pantauan Rabu, 30 Juli 2025, warga Jember tampak mengantre di SPBU Krikilan, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. Mereka datang dari berbagai desa, seperti Garahan, Sumberkalong, dan Mayang.
Mereka umumnya menggunakan sepeda motor sambil membawa jeriken, bahkan ada yang membawa dua kendaraan sekaligus.
Warga Desa Sumberwaru, Kecamatan Kalisat, Jember, Siti Azizah, mengaku harus berangkat sebelum subuh bersama suaminya demi mengantre BBM. “Sampai sore baru dapat 10 liter. Itu pun hanya cukup dua hari,” katanya.
BACA: Imbas Penutupan Gumitir, Pasokan BBM dan Elpiji di Jember Terganggu
Seperti kebanyakan warga, Azizah mengeluhkan sulitnya mendapatkan BBM di Jember. Kalaupun tersedia, jumlahnya terbatas dan antrean panjang tak terhindarkan.
Penjual eceran juga terbatas dan jikapun ada dijual dengan harga yang sangat mahal dan cukup memberatkan bagi dia dan suaminya yang bekerja di perkebunan.
Sejumlah warga desa di kawasan timur Jember harus mengantre di SPBU yang ada di kawasan barat Banyuwangi dengan melintasi jalur yang ekstrem, Rabu, 30 Juli 2025. Foto:
Jalur ini bukan jalan utama, namun menjadi satu-satunya pilihan setelah penutupan total jalan utama di bukit Gumitir.
BACA: Krisis BBM di Jember, Siswa Belajar Secara Daring dan ASN Bisa WFA
Afifah, warga Desa Tegalwaru, Kecamatan Mayang, Jember, harus menempuh rute sejauh 40 kilometer demi mencari BBM. Ia, suami, dan anaknya harus antre di tiga SPBU berbeda, yakni di Kalibaru, Krikilan, dan Curahketangi.
“Beli eceran harganya Rp25 ribu per liter, sedangkan upah harian kami hanya Rp50 ribu. Jelas itu memberatkan,” tutur perempuan yang juga bekerja sebagai buruh perkebunan.
Ia bahkan membawa jeriken untuk mengisi Pertamax karena Pertalite sering habis lebih dulu. Namun hingga sore, belum ada jaminan ia bisa mendapatkan BBM.
Kelangkaan BBM di Jember menyebabkan lonjakan warga yang mencari bahan bakar ke Banyuwangi. SPBU Kalibaru, Krikilan, dan Curahketangi menjadi titik paling padat, disusul SPBU Tegalyasan di Sempu dan SPBU Kembiritan di Genteng.
