Logo

Peran Besar Arswendo Atmowiloto dalam Dunia Komik Indonesia

Reporter:

Minggu, 29 September 2019 03:25 UTC

Peran Besar Arswendo Atmowiloto dalam Dunia Komik Indonesia

Diskusi dan peluncuran buku Komik Itu Baik di Dia.Lo.Gue. Foto: Suara.com/Dini

JATIMNET.COM, Surabaya – Pamor komik kini semakin mendunia seiring banyaknya komik lokal yang duangkat ke layar lebar.

Bacaan bergambar ini banyak digemari, khususnya pecinta karakter superhero baik dalam dan luar negeri.

Tapi tahu nggak sih? jika komik pernah jadi musuh, dipandang buruk dan sebelah mata karena dianggap menurunkan minat membaca untuk belajar menimba ilmu yang ada dalam buku tekstual.

Di balik naiknya pamor komik di Indonesia, ternyata ada peran wartawan senior almarhum Arswendo Atmowiloto yang mengubah stigma buruk pada komik.

BACA JUGA: Pelajar Makassar Rilis Komik Anti Perisakan di Markas PBB

Diungkap dalam sebuah diskusi 'Festival Cergam 2019 Komik Itu Baik', terkuak jika tanpa 5 artikel bertajuk 'Komik Itu Baik' di halaman Harian Kompas  pada 10 hingga 15 Agustus 1979 dan tulisan itu berlanjut hingga 1981, komik mungkin akan tetap dipandang buruk.

Tapi melalui tulisannya, Arswendo mampu secara efektif memperkenalkan dan membuka pandangan banyak orang betapa komik kaya khasanah Indonesia. Pada saat itu komik masih disebut cergam.

Penulis, sutradara, sekaligus produser film Salman Aristo sebagai saksi hidup dan sempat membaca secara langsung karya tulis Arswendo, bercerita bagaimana Arswendo yang saat itu menjabat sebagai Pimpinan Redaksi Majalah Hai menerapkan pandangan sosial budaya dengan narasi yang matang, dan untuk pertama kalinya teks dilengkapi dengan gambar.

BACA JUGA: Mudik Sambil Baca Komik

"Saya kira para pejabat mengkritik terus dan lobby apapun gagal (membujuk Arswendo). Hingga berusaha serahkan masalah TV (saat itu hanya TVRI) sama Arswendo aja supaya berbobot. Tiba-tiba munculan sebuah (tulisan) seri tentang komik, jadi menarik, setiap artikel diiringi gambar-gambar," ujar Salman mengenang di Dia.Lo.Gue di Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Sabtu 28 September 2019.

Setelah itu, banyak yang tertarik pada karya populer seperti komik, musik, wayang, dan tradisi lainnya yang diangkat dalam sebuah komik yang dijabarkan oleh Arswendo. Tidak semua komik didukung Arswendo, Salman bercerita bagaimana wartawan senior yang baru saja wafat pada 19 Juli 2019 itu mengkritik pedas komik neraka surga yang memapar anak-anak.

"Arswendo bicara juga tentang bahasa komik, kritik paling penting saat itu hadir komik surga neraka. Komik itu membuat trauma pada anak-anak, di neraka berteriak-teriak terus, kasihan roh jahat nggak mati-mati, itu di kritik habis," ungkap Salman.

BACA JUGA: Legenda Komik Marvel, Stan Lee Tutup Usia

Penulis naskah Bumi Manusia itu juga bersyukur bagaimana dirinya yang saat itu sebagai pembaca terkena 'racun' pemikiran Arswendo dan berhasil membuat dirinya menyukai komik. Bahkan Salman menjadikan komik sebagai bahan penelitiannya yang belum pernah dilakukan orang sebelumnya.

"Saya bersyukur saya kena racunnya sehingga saya suka komik, walaupun nggak idealis amat. Peran penting Arswendo disitu, seluruh tulisan yang selama ini jadi buku wasiat saya dalam meneliti, karena nggak ada referensi saya selain itu," ungkap Salman

"Meskipun itu kliping (koran tulisan Arswendo) buruk sekali, kertas buram menguning koran ikut menguning seperti kitab suci dan wasiat," sambungnya.

Setelah komik diterima, semakin banyak yang kembali memproduksi komik, membuat dan mencetaknya. Bahkan Sinema Bumi Langit yang belum lama ini booming setelah merilis Gundala, serta akan disusul superhero lainnya asal Indonesia juga diangkat dari komik.

Jadi, tanpa Arswendo mungkin komik Indonesia sulit berkembang dan diterima masyarakat hingga sekarang.

Sumber: Suara.com