Logo

Penyebar Uang di Pilkada Jember Dituntut Penjara Tiga Tahun

Diakui Uang Pribadi Terdakwa dan Tanpa Perintah Tim Paslon
Reporter:,Editor:

Selasa, 15 December 2020 11:00 UTC

Penyebar Uang di Pilkada Jember Dituntut Penjara Tiga Tahun

POLITIK UANG. Sidang kasus politik uang di PN Jember dimana terdakwa dihadirkan secara virtual melalui telekonferensi, Selasa, 15 Desember 2020. Foto: Faizin Adi

JATIMNET.COM, Jember – Sidang kasus politik uang (money politics) terkait Pilkada Jember 2020 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jember, Selasa, 15 Desember 2020.

Dalam sidang dimana terdakwa tunggal, Ahmad Zaini, dihadirkan melalui teleconference tersebut, terdakwa dituntut jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman minimal pidana penjara 36 bulan atau tiga tahun. Selain itu, terdakwa juga dituntut membayar denda Rp200 juta subsidair dua bulan pidana kurungan.

Tuntutan hukuman yang diberikan kepada terdakwa merupakan hukuman terendah yang diatur dalam pasal 187A ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Dalam pasal tersebut diatur ancaman hukuman pelaku pemberi politik uang paling  rendah 36 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta. Sedangkan ancaman terberat adalah penjara paling lama 72 bulan atau enam tahun dan denda paling besar Rp1 miliar.

BACA JUGA: Bupati Jember Baru Diharapkan Tidak Anti Kritik

“Kita kenakan tuntutan pidana paling rendah karena terdakwa mengakui perbuatannya dan kooperatif,” ujar JPU R. Yuri A. Putra usai sidang.

Selain diakui terdakwa, Yuri juga menilai peristiwa politik uang itu juga diakui seluruh saksi yang dihadirkan termasuk saksi meringankan (a de charge) yang dihadirkan pengacara terdakwa dalam sidang sebelumnya.

“Berdasarkan pemeriksaan di depan persidangan, memang fakta-fakta sudah dapat dibuktikan termasuk saksi-saksi meringankan yang dihadirkan pengacara terdakwa. Jadi terhadap saksi yang dihadirkan pengacara kemarin, kami sebagai JPU tidak mengingkarinya. Sebab mereka juga melengkapi dan menguatkan dakwaan kami,” kata Yuri.

BACA JUGA: Saling “Ngebom Duit” di Pilkada Ponorogo, Kedua Calon Bisa Didiskualifikasi

Menurut Yuri, terdakwa sadar akan perbuatannya. “Terdakwa menyadari perbuatannya salah, yakni memberikan uang kepada warga agar mereka mengikuti pilihan politiknya seperti pilihan politik terdakwa,” kata Yuri.

Yang menarik, kasus politik uang di Dusun Gumukbago, Desa Sukorejo, Kecamatan Bangsalsari itu terungkap dari rekaman video yang tersebar di media sosial. Dalam rekaman tersebut, terdakwa Zaini menyadari dirinya direkam saat membagikan uang Rp10-25 ribu kepada warga sembari membagikan stiker pasangan calon nomor urut 2 Hendy Siswanto-KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman (Gus Firjaun).

Bahkan saat direkam, terdakwa mengajak warga mengucapkan yel-yel dukungan untuk paslon dan mengarah ke kamera handphone. Peristiwa tersebut diduga terjadi pada masa kampanye di akhir November 2020. Hal ini sempat menimbulkan spekulasi tentang dugaan rekayasa di balik video tersebut namun jaksa punya jawaban sendiri.

 

“Ya sekarang era digital, apa-apa direkam. Pada dasarnya dia tidak menyuruh orang lain untuk merekam. Tapi sadar kalau sedang direkam, makanya dia langsung menghadap ke kamera untuk mengajak warga yel-yel,” kata Yuri.

BACA JUGA: Bawaslu Jangan ‘Mandul’, Didesak Proaktif Selidiki Politik Uang Pilkada

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Jani Takarianto, saat dikonfirmasi mengaku keberatan dengan tuntutan hukuman dari jaksa meski hukuman tersebut paling rendah.

“Kenapa yang dijerat hanya terdakwa saja. Padahal dalam pasal 187A sudah jelas disebutkan pada ayat 2, bahwa penerima (politik uang) juga bisa diseret menjadi terdakwa,” tutur Jani.

Saat sidang pemeriksaan saksi sebelumnya, JPU memang menghadirkan puluhan warga yang sebagian besar penerima uang yang dibagikan terdakwa. Uang tersebut, menurut Jani, murni dari kantong pribadi dan atas inisiatif terdakwa, serta tanpa ada suruhan dari timses calon yang didukung.

“Murni karena dia bangga dan mengidolakan sosok Gus Firjaun yang maju sebagai Cawabup. Uangnya murni pribadi dia sendiri, tanpa suruhan pihak manapun. Hal itu disampaikan seluruh saksi, baik saksi dari jaksa maupun saksi dari kami,” ujar Jani yang juga Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Jember ini.

Terdakwa juga mengaku tidak tahu jika yang dilakukannya dilarang dalam Undang-Undang. “Karena itu kami mengharapkan putusan yang seringan-ringannya dari hakim. Biarlah hakim yang memutuskan,” kata Jani.