Rabu, 23 September 2020 23:00 UTC
LINK AND MATCH. Implementasi kerja lapangan dibutuhkan untuk meningkatkan hard maupun soft skill kepada pelajar dan mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja. Foto: Dok Jatimnet.com.
JATIMNET.COM, Surabaya – Peningkatan pendidikan vokasi perlu dibarengi dengan kemampuan berbasis soft dan hard skill. Dua kemampuan ini dianggap penting agar lulusan pendidikan vokasi, baik tingkat SMA maupun perguruan tinggi, sudah memiliki kemampuan saat memasuki dunia kerja.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Wikan Sakarinto menjelaskan perlunya link and match untuk meningkatkan soft maupun hard skill.
“Kami berharap dari proses ini menghasilkan lulusan yang kompeten. Siap kerja,” kata Wikan dalam keterangan resmi selepas webinar Menguatkan Indonesia melalui Link and Match Pendidikan Vokasi dengan Dunia Industri bersama Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Rabu 23 September 2020.
Wikan menambahkan bahwa link and match dunia pendidikan dan industri bukan sekadar seremonial yang didokumentasikan. Dibutuhkan tindak lanjut dan komunikasi intens dengan industri.
BACA JUGA: Meraba Penerapan Merdeka Belajar untuk Menciptakan Wong-wong sing Solutif
“Seseorang bisa dikatakan kompeten jika memiliki kompetensi kemampuan yang didukung ijazah, hard skill, soft skill, kejujuran dan integritas tinggi,” Wikan menambahkan.
Sementara itu, Direktur SDM PT Pelabuhan Indonesia III, Edi Priyanto menambahkan bahwa link and match dalam industri mutlak dibutuhkan. Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah itu berharap sekolah dan kampus vokasi tidak sekadar fokus menciptakan lulusan berijazah. Lulusannya harus memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dunia industri.
“Kementerian BUMN telah menciptakan Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB) melalui Forum Human Capital Indonesia (FHCI). Program ini bentuk kepedulian pemerintah melalui perusahaan milik negara dalam peningkatan SDM prakerja,” kata Edi.
Edi mencontohkan Pelindo turut memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengikuti magang. Mahasiswa bisa mengikuti program tersebut minimal enam bulan melalui program FHCI.
BACA JUGA: Baru! Vokanesia Jadi Edu-tech Vokasi Pertama di Indonesia
Dengan demikian, lanjut Edi, mahasiswa sudah memiliki soft maupun hard skill sebelum benar-benar masuk dunia kerja. Untuk mendukungnya, pendidikan vokasi perlu memperbanyak praktik kerja guna menyiapkan calon pekerja yang memiliki kemampuan sesuai kebutuhan industri.
Edi menilai selama ini dunia pendidikan terlalu fokus pada peningkatan hard skill. Sementara soft skill masih kurang diimplementasikan akibat minimnya kesempatan yang didapat pelajar atau mahasiswa. Padahal sudah banyak perusahaan yang bersedia memberi pelatihan dalam bentuk praktik kerja.
“Dampak dari pemberian hard skill membuat SDM kurang tahan menghadapi tekanan, sulit bekerja sama tim, kurangnya inisiatif, dan mudah bosan. Kadang-kadanb kurang cakap berkomunikasi secara lisan maupun tulisan,” pungkas Edi.