Sabtu, 04 May 2024 07:00 UTC
Warung Pawon Sego Lego di Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten MojokertoTrawas, Sabtu, 4 Mei 2024. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Kawasan wisata di Kecamatan Trawas selain memiliki keindahan alam yang sejuk juga terus bermunculan rumah makan yang memilik lokasi yang estestik. Salah satunya di Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Terletak di pinggir jalan Mojosari-Trawas, warung Pawon Sego Lego menyediakan makanan tempo dulu yang dimasak menggunakan kayu bakar. Sehingga, para pengunjung dapat menikmati makanan seperti di rumah sendiri dan rasanya memiliki aroma yang berbeda.
Di lahan sekitar satu hektar ini juga memiliki bangunan yang terbuat penuh dari kayu bekas, hampir keseluruhan tekstur kayu tanpa disentuh cat.
Menunya berbagai makanan tradisional dari sayur daun pepaya, sayur pare, ayam lodho, ikan mujaer, dan yang diandalkan ialah lodeh kikil gendheng.
Olahan kikil yang berukuran besar tanpa dipotong itu dapat dinikmati empat orang. Sedangkan nasi dan lauk pauknya disajikan secara prasmanan.
BACA: Sensasi Café Aone Trawas, Serasa di Atas Awan
Pengunjung pasangan suami istri, Suparmi dan Sukir, mengatakan keduanya memesan kikil gendheng yang dinilai berbeda dari masakan kikil pada umumnya.
"Bedanya itu ini lebih besar dan lebih mantap, tidak sama dengan yang telah dipotong kecil," kata Sukir, Sabtu siang, 4 Mei 2024.
Pengunjung menikmati makanan tradisional Pawon Sego Lego yang dimasak dengan kayu bakar, Sabtu, 4 Mei 2024. Foto: Karina Norhadini
"Tempatnya juga enak seperti di pedesaan, seperti makan di area sawah," kata Suparmi.
Untuk menikmati kikil utuh dengan daging kaki sapi itu, pengunjung harus merogok kantong sebesar Rp100 ribu dengan satu kikil, belum termasuk nasi yang bebas mengambil ditambah sayur mayur.
"Harganya sesuai dapat dimakan 4 orang," katanya.
BACA: Ini Rekomendasi Tempat Nongki di Pacet Mojokerto
Sementara itu, pemilik warung Pawon Sego Lego, Agung Sugiarto, menjelaskan ia sengaja mengambil konsep etnik pedesaan agar para pengunjung yang menyantap makan serasa seperti di kampung halaman.
"Ini semua bangunan terbuat dari kayu etnik primitif, terbuat dari kayu sampah, bukan kayu baru," katanya.
Sedangkan menunya dimasak oleh sejumlah pemasak dengan menggunakan kayu bakar sehingga memiliki rasa yang berbeda.
"Makananya diolah dari kayu bakar, jadi natural agak bau-bau sangit," katanya.
Kini, rumah makan yang baru buka belum genap satu bulan ini kerap dikunjungi wisatawan yang memang berniat makan maupun kembali pulang dari wisata ke Trawas.
