Selasa, 08 January 2019 00:30 UTC
Vanessa Angel usai menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim. Foto: Khaesar Glewo
JATIMNET.COM, Surabaya – Penangkapan pekerja seks sering digunakan untuk mengungkap germo ataupun jaringan yang lebih besar. Akibatnya identitas pekerja seks rentan terungkap dan menyebabkan pekerja seks dipojokkan oleh masyarakat. Jeratan pasal KUHP pun hanya menyasar germo atau muncikari dan pekerja seks. Sementara pembeli tak bisa dijangkau pasal prostitusi.
Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur mengadvokasi 34 kasus perempuan yang dilacurkan (pedila) di tahun 2016. 14 kasus di antaranya berujung pada jeratan pasal 284 tentang perzinahan bagi pedila. Advokasi berbentuk pendampingan hingga di persidangan.
“Kami memastikan pedila mendapat bantuan hukum yang tepat, tidak subjektif dan tidak memojokkan,” kata Saras Dumasari, Staf Advokasi Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Timur, Senin 7 Januari 2019.
BACA JUGA: OPSI Minta Polisi Hentikan Kriminalisasi Pekerja Seks
Menurut Saras, dalam proses advokasi itu, identitas pedila rentan terungkap. Ini terjadi akibat adanya upaya jaksa penuntut umum untuk menangkap germo dan jaringan yang lebih besar. Caranya dengan menghadirkan pedila berkali-kali sebagai saksi di persidangan. Hal serupa menurut Saras sangat mungkin terjadi di tingkat kepolisian.
“Pastinya, sebelum masuk persidangan itu sering banget terjadi (dalam proses di kepolisian),” katanya.
Identitas pedila yang terbuka menyebabkan dirinya menerima diskriminasi dan dipojokkan oleh masyarakat. Hal yang berbeda tidak dialami oleh pembeli.
Sedangkan menurut Saras, kegiatan prostitusi melibatkan germo, pedila dan pembeli. Dalam transaksi itu tak terjadi persetujuan atas dasar suka sama suka. Terdapat variabel uang yang menjadi tuan untuk membeli persetujuan pedila. “Siapa yang berkuasa atas itu?, Tentu si buyer dan muncikarinya,” katanya.
BACA JUGA: Ini Tarif Dua Artis Ibukota Yang Terlibat Prostitusi Online
Selain menerima diskriminasi akibat proses penegakan hukum, pedila juga rentan dijerat dengan pasal pasal 296 KUHP dan 506 KUHP. Pasal yang sama dengan yang dikenakan pada germo. Sementara pembeli tidak terjangkau dengan pasal ini. “JPU hanya mengerjakan sesuai porsinya atau memang belum sadar ya gimana praktik prostitusi ini,” katanya.
Namun karena bukti yang lemah, jeratan bagi pedila sering beralih menggunakan pasal 284 KUHP tentang perzinahan. Pasal ini juga menjerat sejumlah pembeli terutama dari kelompok masyarakat menengah ke bawah. “Biasanya kalau kasus booming dan akan disidangkan, kasus perzinahannya (pembeli) baru masuk,” katanya.