Senin, 07 January 2019 08:47 UTC
Direktur LBH Surabaya Abdul Wachid Habibullah. Foto: IST
JATIMNET.COM, Surabaya – Dua pekerja seks yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus prostitusi daring (Vannesa Angel dan Avriellya Shaqqila) telah diperbolehkah pulang. Begitupula pelanggan laki-laki yang diduga sebagai salah satu pengusaha di Surabaya.
LBH Surabaya menyatakan tak ada pasal KUHP yang bisa menjerat pekerja seks, ataupun pelanggannya. Pun jeratan yang berkaitan dengan menempatkan profesi pekerja seks sebagai pekerjaan utama dinilai sangat lemah.
“Secara hukum yang dapat dijerat adalah orang yang mengambil keuntungan. Pelakunya (pekerja seks) adalah korban,” kata Direktur LBH Surabaya Abdul Wachid Habibullah Senin 7 Januari 2019.
Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) telah menetapkan dua muncikari sebagai tersangka dalam kasus prostitusi daring yang melibatkan artis dan model ibukota. Keduanya dijerat dengan pasal berlapis, yaitu pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE dan Pasal 296 juncto Pasal 506 KUHP.
BACA JUGA: Ini Tarif Dua Artis Ibukota Yang Terlibat Prostitusi Online
Habibullah menerangkan, prostitusi dalam kasus ini dimaknai sebagai perbuatan yang bertujuan mengeruk keuntungan melalui perbuatan cabul. Sehingga ada obyek yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan.
“Dalam kegiatan prostitusi ini, obyeknya ya perempuan itu,” katanya.
Sehingga muncikari bisa dijerat sebagai tersangka karena memfasilitasi tindakan pencabulan dengan menyediakan tempat, mendistribusikan, memberikan kesempatan serta bentuk fasilitasi lainnya, dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Hal ini menurutnya sesuai dengan pasal 296 KUHP dan pasal 506 KUHP.
Habibullah mencontohkan kasus penggerebekan di sebuh lokalisasi. Maka yang dijerat dengan pasal KUHP adalah pemilik tempat atau lokalisasi itu. “Pekerja seks itu adalah pekerjanya, dia statusnya korban. Tak bisa dipidana, seperti juga pelanggannya,” katanya.
Perspektif pekerja seks sebagai korban semakin jelas dalam undang-undang no 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Pekerja seks menjadi korban perdagangan orang jika dalam proses tersebut melibatkan unsur tipu daya, tipu muslihat, janji, maupun unsur paksaan.
BACA JUGA: Jalankan Prostitusi Daring Dengan Libatkan 145 Model Dan Artis
“Unsur dipaksa ini harus diperhatikan, karena muncikari bisa dijerat dobel-dobel ketika terbukti memaksa seseorang menjadi pekerja seks,” katanya.
Habibullah juga menyangsikan kemungkinan pekerja seks dipidanakan menggunakan pasal yang berkaitan dengan menempatkan profesi ini sebagai pekerjaan utama. Menurutnya profesi pekerja seks di Indonesia masih kontroversial. Selain itu, tak ada pasal yang secara khusus mengatur tentang pekerja seks sebagai pekerjaan utama.
Sementara dua artis pekerja seks telah mengaku memiliki profesi sebagai artis dan model. “Kalau (pekerja seks) jadi pekerjaan utama, itu sangat lemah. Karena dia bekerja sebagai artis dan model. Pekerjaan ini (pekerja seks) masih kontroversial di Indonesia,” katanya.