Senin, 21 January 2019 15:40 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Sidoarjo - Bupati Mojokerto nonaktif, Mustafa Kamal Pasa (MKP) divonis delapan tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin 21 Januari 2019.
Mustafa terbukti menerima gratifikasi atau suap terkait pengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang dan Izin mendirikan bangunan (IMB) Menara Telekomunikasi tahun 2015.
"Menghukum terdakwa Mustafa Kamal Pasa pidana penjara selama delapan tahun, denda 500 juta rupiah dan sesuai ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan empat bulan," kata ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin.
Dalam amar putusan, Mustafa juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,75 miliar. Jumlah itu merupakan hasil suap yang diterima dari Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya dan Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) Ockyanto.
BACA JUGA: Mantan Wakil Bupati Malang Terseret Kasus Suap Mustafa Kemal Pasa
"Apabila uang pengganti tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun," ujar Hakim Wayan.
Selain itu, hakim juga mencabut hak politik MKP selama lima tahun setelah hukuman pokok dilakukan. Dalam pertimbangan amar putusan yang dibacakan hakim anggota Andriano, majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar atau pemaaf yang dapat menghapus perbuatan terdakwa.
Mustafa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 12 huruf a dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Atas vonis ini, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan sikap jaksa KPK, Mukti Nur Irawan.
Vonis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang dibacakan pada sidang sebelumnya. Waktu itu, Jaksa KPK meminta agar terdakwa dihukum 12 tahun penjara.
BACA JUGA: Berkas Kasus Korupsi Bambang DH Tak Kunjung Rampung
Kasus ini bermula dari penyidikan yang dilakukan KPK atas gratifikasi atau suap terkait pengeluaran izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi menara telekomunikasi yang sudah berdiri di Kabupaten Mojokerto.
Uang suap tersebut didapat dari dua orang pemberi, yakni, Ockyanto, Permit And Regulatory Devision Head PT Tower bersama Infrastructury atau tower bersama grup (TBG) dan Onggo Wijaya, Direktur Operasional PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang diberikan melalui sejumlah perantara.
Ockyanto memberikan suap senilai Rp 2,2 miliar. Ia memiliki kepentingan agar 11 menara telekomunikasi yang sudah beroperasi di bawah naungannya segera dikeluarkan izin IPPR dan IMB.
Sedangkan, Onggo Wijaya memberi suap senilai Rp 550 juta. Onggo juga memiliki kepentingan yang sama agar jumlah sebanyak 11 tower yang disegel karena tidak memiliki izin itu segera dikeluarkan izinnya. (ant)
