Kamis, 26 June 2025 08:00 UTC
Ilustrasi surat suara pemilu. Dok: Jatimnet.Com
JATIMNET.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) tingkat nasional, yaitu pemilihan anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden dipisah dengan Pemilu di tingkat provinsi, kabupaten/kota.
Dengan demikian, Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak“ tidak lagi berlaku pada Pemilu 2029.
Dikutip dari laman resmi MK, penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas.
Selain itu, memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Pertimbangan dari sisi pemilih, Mahkamah menyatakan bahwa waktu penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah juga berpotensi membuat pemilih jenuh.
BACA: 42 Kasus Sengketa Pileg dari Jatim Diajukan ke Mahkamah Konstitusi
Bahkan, menurut Wakil Ketua MK Saldi Isra, kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam Pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang menggunakan model 5 (lima) kotak.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
Selain itu, dalam rentang waktu yang sempit itu, hakim menilai pelaksanaan pemilihan umum yang serentak menyebabkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.
Padahal, menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam.
"Di tengah isu dan masalah pembangunan yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat harus tetap utama," kata Saldi.
BACA: Hadapi Pemilu Serentak, Bupati Dhito Minta 14 Februari 2024 Mobil Desa Disiagakan
Tak hanya itu, Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa tahapan Pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 tahun dengan pemilihan kepala daerah berimplikasi pada stabilitas partai politik.
Khususnya berkaitan dengan kemampuan partai untuk mempersiapkan kader yang akan maju dalam kontestasi Pemilu.
Akibatnya, lanjut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik.
Selain itu, dengan jadwal yang berdekatan, partai politik tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perekrutan calon anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus.
Kemudian, bagi partai politik tertentu harus pula mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi dalam Pemilu presiden/wakil presiden.
Dengan demikian, agenda yang berdekatan tersebut juga menyebabkan pelemahan pelembagaan partai politik yang pada titik tertentu partai politik menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik dan kepentingan politik praktis.
“Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilihan umum jauh dari proses yang ideal dan demokratis,” terang Arief.
Perihal jarak waktu antara penyelenggaraan Pemilu nasional dengan waktu penyelenggaraan Pemilu daerah atau lokal, tidak mungkin ditentukan oleh Mahkamah secara spesifik.
BACA: Mahkamah Konstitusi Sidangkan Pemungutan Suara Ulang Pilkada Sampang
Namun demikian, Mahkamah berpendapat jarak waktu tersebut tidak dapat dilepaskan dari penentuan waktu yang selalu berkelindan dengan hal-hal teknis semua tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Menurut MK, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.
Pelaksanaannya sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota.
Keputusan hakim ini merupakan bagian dari amar putusan hakim untuk Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Perludem mengajukan uji formil terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam petitum, Perludem meminta Mahkamah memutus Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa "pemungutan suara dilaksanakan secara serentak" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum.
