Minggu, 03 October 2021 23:00 UTC
SENI DEKORASI. Kegiatan produksi usaha kerajinan daun kering milik Bagus Darmawan di Desa Sumberberas, Kec. Muncar, Kab. Banyuwangi, Senin, 4 Oktober 2021. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Ribuan lembar daun palem sadeng kering tertumpuk secara acak di halaman samping sebuah rumah di Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Siapa sangka daun-daun yang biasa dibakar karena dianggap sebagai sampah itu bisa dijadikan bahan kreasi seni dekorasi dan laku dijual di pasar industri kreatif.
Di sebuah ruang sederhana di samping kiri rumah itu, seorang pekerja laki-laki duduk di depan meja kecil dengan selembar daun palem sadeng kering di atasnya. Ditaruhnya selembar kardus berbentuk hati di atasnya, lalu dia gunting daun lebar bergelombang itu sesuai bentuk pola kardus.
Bagus Darmawan, 32 tahun, sang pemilik usaha kerajinan daun kering itu mengatakan daun palem sadeng yang telah dipotong dibentuk dengan pola berbentuk hati lonjong seperti pola daun besar. Tahap selanjutnya, lembaran daun palem yang sudah dibentuk kemudian dibersihkan dengan sikat pakaian oleh seorang pekerja perempuan.
"Awalnya diajak teman jualan madu online pakai iklan berbayar, tapi boncos (rugi). Akhirnya iseng-iseng buka Shopee, kok (produk daun kering) ini penjualannya banyak di toko kompetitor," kata Bagus, Sabtu, 2 Oktober 2021.
BACA JUGA: Geliat UMKM di Masa Pandemi (1): Produk Makanan Bertahan, Laris saat Lebaran
Lalu dia mulai mendatangi rimbunan pohon palem sadeng di salah satu sudut desanya dan berhasil mendapatkan daunnya secara gratis untuk uji coba. Langkah berikutnya dia melakukan riset produk lanjutan secara daring termasuk terkait kata kunci agar produknya mudah ditemukan pembeli di pasar digital atau marketplace.
Ternyata produk kerajinan daun kering yang dibuatnya memang memiliki pasar hingga laku lebih dari seribu lembar per bulan untuk dekorasi interior, panggung, atau ruang pesta. Setiap lembar daun palem sadeng itu dibelinya dari pemilik pohon dengan harga Rp1.000. Setelah ditambah biaya operasional, produk hasil kreasinya dijual dengan harga Rp12.500 per lembar.
Meski telah laku lebih dari 10 ribu lembar di marketplace, usaha Bagus tak luput dari kendala karena daun palem sadeng mulai sulit ditemukan. Ayah satu anak itu pun mencoba produk tanaman kering lain untuk dijual seperti daun sirsak, bunga jagung, biji pinang, dan manjakani.
"Sekarang tantangannya bahan mulai sulit ditemukan. Jadi, saya harus cari-cari lagi, sering keliling dan coba cari produk lain yang bahannya dari sekitar yang bisa dijual," kata Bagus yang belum setahun menggeluti usaha kerajinan daun kering ini.
Sayangnya, kemampuan berjualan di ranah digital seperti yang dilakukan Bagus belum dimiliki semua Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Banyuwangi. Asosiasi UMKM Aksesoris, Kerajinan, Kaos, Kuliner, Batik (AKRAB) Banyuwangi memperkirakan baru 60 persen anggota yang telah bisa atau telah mulai memanfaatkan penjualan daring.
SENI DEKORASI. Kreasi seni dekorasi dari bahan daun kering milik Bagus Darmawan di Desa Sumberberas, Kec. Muncar, Kab. Banyuwangi, Senin, 4 Oktober 2021. Foto: Ahmad Suudi
Data AKRAB Banyuwangi tersebut tidak jauh berbeda dari hasil penelitian dalam laporan Ketahanan UMKM Jawa Timur Melintasi Pandemi Covid-19 yang ditulis tahun lalu oleh Dosen Pasca Sarjana STIE Yapan Surabaya Noer Soetjipto. Penelitian itu menemukan dari 52 unit UMKM di 12 kabupaten dan kota di Jawa Timur, 52 persen yang aktif melakukan promosi melalui internet.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember (FEB Unej) M. Abdul Nasir, mengatakan UMKM adalah aktor ekonomi yang memiliki daya tahan sangat tinggi terhadap gejolak ekonomi, baik itu resesi ataupun pandemi. Namun di era internet ini, mereka harus memiliki literasi digital termasuk penjualan daring dan perbankan.
Dia mengakui saat ini literasi digital dan teknologi yang dimiliki kalangan pelaku UMKM masih rendah. Menurutnya, UMKM membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah untuk mengubah kondisi tersebut, terlebih di masa krisis karena pandemi Covid-19.
"UMKM juga harus punya inovasi, harus meneguhkan hati untuk mengikuti perkembangan teknologi, memperhatikan kondisi demand (permintaan) and supply (persediaan). Penawaran harus memperhatikan kondisi konsumen, tuntutan, atau kebutuhan konsumen," kata Nasir.
Dia menuturkan UMKM memiliki karakteristik yang tangguh dalam bertahan dan fleksibel menyesuaikan diri pada keadaan. Nasir menjelaskan pengusaha dengan jiwa kewirausahaan tidak akan menyerah dalam menghadapi kendala, melainkan menggunakan lagi kecerdasan dan berbagai sumber dayanya untuk memecahkan masalah tersebut.
BACA JUGA: Geliat UMKM di Masa Pandemi (3): Memanfaatkan Bantuan Pemerintah dan Jaringan Asosiasi
Keterangan itu selaras dengan paparan pelaku penjualan digital dan juga penulis buku Melawan Kemustahilan, Eka Dewa Prayoga, dalam saluran YouTube miliknya. Menurutnya, riset produk termasuk untuk penjualan digital, penting dilakukan pemilik usaha untuk mengetahui permintaan, kondisi pasar, dan kompetitor.
Cara riset produk seperti itu bisa dilakukan dengan mengumpulkan data lengkap usaha serupa yang telah sukses atau role model dan kompetitor, meliputi sasaran segmen pembeli, teknik pemasaran hingga statistik penjualan. Dalam riset dibutuhkan data dari pelanggan berupa kebutuhan dan keinginan mereka ditambah informasi dari sumber-sumber terbuka, misalnya Google Keyword Planner dan Google Trends.
Berbekal data-data itu, seseorang bisa menentukan produk apa yang akan dia jual secara digital dan bagaimana mengemasnya. Beruntung jika bisa menjual produk yang bahannya berada di lingkungan sekitar dan berhasil laku keras seperti yang dilakukan Bagus.
Eka juga menerangkan bahwa data hasil riset itu dapat digunakan untuk menentukan cara promosi secara digital yang bisa dilakukan. Misal dikomparasikan dengan cara penjualan kompetitor sehingga bisa membuat cara-cara unik sendiri agar bisa merebut perhatian pembeli.
"Kalau Anda membuat produk ngasal (tanpa pertimbangan), dijamin produknya enggak bakal laku. Jadi tidak ada produk yang nggak laku, yang ada Anda yang tidak ngerti cara riset produk yang benar," kata Eka dikutip dari akun YouTube miliknya, Senin, 4 Oktober 2021.
