Logo

Longsor Pegunungan Raung Layak Masuk Inventaris Geopark

Reporter:,Editor:

Sabtu, 23 February 2019 03:58 UTC

Longsor Pegunungan Raung Layak Masuk Inventaris Geopark

Peneliti Ahli Utama Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hanang Samodra. Foto: Ahmad Suudi

JATIMNET.COM, Banyuwangi - Bencana alam longsor Bukit Pendil di Pegunungan Raung sisi Kabupaten Banyuwangi layak tercatat sebagai warisan geologi atau geosite yang masuk ke dalam inventaris Geopark Banyuwangi.

Hal itu disampaikan Peneliti Ahli Utama Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hanang Samodra terkait persiapan Geopark Nasional Banyuwangi menjadi Unesco Global Geopark (UGG).

"(Longsor Pegunungan Raung) itu juga bisa dimasukkan sebagai geosite, setelah dilakukan penelitian," kata Hanang setelah rapat bersama Tim Geopark Nasional Banyuwangi, Kamis 22 Februari 2019.

BACA JUGA: BPBD Tegaskan Jatim Butuh Shelter Tsunami

Dia menjelaskan bencana geologi seperti tanah longsor besar Bukit Pendil merupakan salah satu topik utama nomor 2 dalam pengujian geopark konsep UGG. Topik-topik lainnya seperti isu sumber daya alam (SDA), perubahan iklim, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, perempuan, pembangunan berkelanjutan, kearifan lokal, dan konservasi.

Sebelumnya pada Mei 2018, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung mengatakan Bukit Pendil mengalami longsor September 2017 dan menghasilkan material sebanyak 2 juta meter kubik.

PVMBG juga menyatakan peristiwa tersebut merupakan bencana alami yang disebabkan hujan dengan intensitas tinggi di area perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso itu.

BACA JUGA: Jalur Jalan Gunung Gumitir Rawan Longsor

Sisa banjir bandang dan material longsoran Bukit Pendil di Banyuwangi. Foto: Ahmad Suudi

Hujan yang kembali datang menyebabkan sedikitnya 3 kali bencana banjir bandang di aliran sungai Badeng Banyuwangi dan membawa material longsoran Bukit Pendil ke muara Selat Bali. Catatan mengenai bencana seperti itu yang disarankan masuk dalam proposal Banyuwangi dalam mendaftarkan diri menyandang status UGG.

Di sisi lain Hanang menyayangkan Geopark Nasional Banyuwangi hanya mencantumkan 3 geosite, yakni Pulau Merah, Taman Nasional Alas Purwo dan Kawah Ijen.

Jumlah itu masih terlalu minim untuk mengantarkan Banyuwangi untuk menyandang status UGG (taraf global). Padahal masih banyak warisan geologi yang bisa diidentifikasi, seperti bukit, lembah, fosil, lapisan sedimen, termasuk catatan bencana alam dan lainnya, yang kemudian harapannya dimasukkan dalam daftar geosite kawasan Geopark Banyuwangi.

"Mungkin yang dimaksudkan di Banyuwangi adalah pengelompokan geosite di kawasan Pulau Merah, Alas Purwo dan Kawah Ijen. Cuma harus diperbanyak geosite-nya apa saja, misal di Alas Purwo ada gua, lembah dan bukit yang unik," kata Hanang lagi.

BACA JUGA: Desa Alas Malang Banyuwangi Diterjang Banjir

Untuk itu dia menyarankan tim Geopark Nasional Banyuwangi yang telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Bupati Banyuwangi melakukan identifikasi ulang berbagai geosite di Bumi Blambangan. Selain itu mereka diminta bekerjasama dengan lebih banyak pihak untuk menerapkan konsep geopark, seperti Balai Taman Nasional Alas Purwo, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banyuwangi, masyarakat sekitar lokasi geosite, bahkan pemerintah daerah lain yang beririsan di wilayah geopark.

Asisten Deputi Pengembangan Infrastruktur dan Ekosistem Pariwisata, Kementerian Pariwisata, Indra Nitua, mengatakan konsep geopark cocok untuk ekosistem wisata ilmiah. Kondisi alam dikenalkan lebih mendalam disamping keunikannya secara visual, digabungkan dengan atraksi dan budaya sehingga bisa menambah lama tinggal wisatawan di suatu daerah.

"Apalagi bila diberi wifi dengan kecepatan tinggi, ini bisa jadi work space bagi mereka (peneliti, akademisi, dan wisatawan). Orang bisa sambil kerja sehingga bisa tinggal lebih lama," kata Indra.