Selasa, 07 January 2020 07:45 UTC
KUBANGAN KUNO. Kepala Urusan Penerangan Desa Banyulegi, Samujiono dan rekannya menunjukkan lokasi kubangan berlumpur yang mengeluarkan air asin dan minyak pada Senin, 6 Januari 2020. Foto: Karina Norhadini.
DUA pria berjalan terburu-buru menghampiri Jatimnet.com yang mencari lokasi kubangan air asin kepada warga Desa Banyulegi. Satu orang bernama Samujiono mengucapkan salam kemudian menawarkan jasa untuk mengantar ke lokasi.
Dia sempat menanyakan maksud Jatimnet.com mencari lokasi kubangan bergelumbung yang mengeluarkan air asin. Sepanjang perjalanan, tidak banyak cerita yang diterangkan Samujiono.
“Kubangan berlumpur ini sudah ada sejak zaman Belanda,” kata pria yang saat itu mengenakan baju biru dengan celana dinas PNS, Senin 6 Januari 2020.
Tidak sulit menemukan gelembung air asin yang menurut warga disebut bekas tambang. Jaraknya sekitar 800 meter dari pemukiman warga. Jika dihitung berjalan kaki tidak lebih dari sepuluh menit.
BACA JUGA: Pemkot Surabaya Terus Pantau Semburan Minyak di Kutisari
Dijelaskan Samujiono kubangan tersebut pernah dimanfaatkan warga untuk pembuatan kerupuk puli.
Samujiono menyebut berdasarkan cerita penuturan warga, kubangan berlumpur dengan puluhan sumber air asin itu diduga sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Namun, mulai tahun 1980-an sumber air asin ini sudah tak digunakan warga.
“Sumber air asin ini sudah ada sejak saya kecil. Penuturan warga gelembung ini bekas tambang zaman Belanda,” katanya.
Dia menambahkan pemerintah kolonial Belanda pernah ngebor lokasi tersebut. Sayangnya justru air asin yang keluar saat dilakukan eksplorasi. Pemerintah Belanda kemudian membiarkan kuabangan bergelembung tersebut.

TAK TERURUS. Warga Desa Banyulegi menunjukkan lokasi kubangan bercampur lumpur dan minyak. Foto: Karina Norhadini.
Pantauan Jatimnet.com, di lokasi, tidak ada bekas aktivitas ataupun reruntuhan bangunan sebagai tanda lokasi tersebut pernah ditambang.
Pria berbadan tinggi itu menjelaskan bahwa warga yang memiliki usaha pembuatan kerupuk puli atau kerupuk nasi, menjadikan sumber air asin sebagai bahan campuran adonan.
“Warga memanfaatkan air asin yang keluar sebagai pengganti garam. Kebetulan saat itu harga garam sedang mahal,” Samujiono menambahkan.
Setelah muncul boraks atau bahan pengawet, warga meninggalkan sumber air asin. Boraks dipilih sebagai campuran adonan pembuatan kerupuk puli.
BACA JUGA: Sumur Tua Gresik Semburkan Lumpur Berbau Gas Setelah 33 Tahun Tidak Aktif
Penuturan Suharsih (50) petani setempat, menyebutkan keberadaan air asin ini sudah ada sejak dia kecil. Tahun lalu, Suharsih memanfaatkan air asin untuk bahan campuran makanan dua ekor sapinya.
“Sapi suka yang asin-asin. Saat musim kemarau seperti tahun kemarin, rasa asin yang keluar pas untuk pakan sapi. Saya punya dua ekor sapi yang saya titipkan ke perawat ternak,” terangnya.
Kubangan berlumpur tersebut memiliki dua lokasi. Lokasi pertama berukuran 12x15 meter dengan jumlah gelembung lebih dari sepuluh. Kubangan inilah yang terlihat paling aktif mengeluarkan gelembung. Sedangkan satu lokasi lain hanya berukuran sekitar 1,5x2 meter dengan dua gelembung.
Jatimnet.com meminta salah satu warga untuk mencoba memasukkan kayu ke dalam kubangan yang terdapat sumber air asinnya. Kayu tersebut tenggelam sekitar 15 cm. Pada saat ditarik, terlihat air asin bercampur minyak dan lumpur menempel di kayu.
BERCAMPUR MINYAK. Samujiono menunjukkan air asin yang bercampur minyak di kubangan kuno. Foto: Karina Norhadini.
“Saat musim kemarau gelembung tetap keluar tapi relatif kering dan bisa diinjak. Tapi saat musim hujan seperti sekarang, air hujan bercampur dengan air asin, lumpur, dan minyak,” Samujiono menerangkan.
Jarak kubangan yang sekitar 100 mter dari persawahan memberi dampak terhadap pertumbuhan padi. Padi warga terlihat menguning belum saatnya, pendek, dan kurus. Selain itu, bau minyak cukup kuat dari jarak 100 meter saat musim hujan.
Lokasi kubangan terletak di punden Nyai Tulak Gunung Kunci itu terdapat dua lokasi. Samujiono menunjuk satu kubangan lain di sisi timur tapi sudah ditutup dan tidak aktif.
“Ada lagi kecil-kecil, sekitar lima sampai enam kubangan kecil,” ungkap Samujiono. Tidak jauh dari lokasi, mengalir air tawar dan tidak terkontaminasi air asin ataupun berminyak.
Sejauh ini Pemkab Mojokerto belum memberikan perhatian terhadap kubangan berlumpur yang mengeluarkan air asin bercampur minyak.