Logo
SA Divonis 8 Tahun Penjara karena Membunuh Bayinya

KPI Pertanyakan Tanggung Jawab Bapak Bayi

Reporter:,Editor:

Selasa, 18 December 2018 08:45 UTC

KPI Pertanyakan Tanggung Jawab Bapak Bayi

SA saat menjalani sidang putusan di PN Surabaya. Foto: Dok

JATIMNET.COM, SURABAYA – Putusan 8 tahun penjara terhadap SA yang membunuh bayi hasil hubungan di luar pernikahan dipandang tidak adil oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur. Korban dinilai menanggung sendiri ketakutan, kecemasan serta risiko keselamatan saat aborsi bayi, sementara tak ada tanggung jawab dari bapak bayi tersebut.

Koalisi mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang telah berproses selama dua tahun terakhir.

“Perdebatan aborsi ada di mana-mana, tapi kita bisa melihat dari perspektif korban mengingat aborsi juga membahayakan keselamatan korban,” kata Saras Dumasari, Staf Advokasi Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Timur Selasa 18 Desember 2018.

Menurutnya, korban yaitu SA, yang divonis 8 tahun oleh pengadilan juga mengalami penderitaan mental selain fisik, seperti rasa was-was, takut dan cemas lantaran menanggung sendiri akibat dari perbuatannya. “Lalu bagaimana dengan laki-laki, tanggung jawab bapak si bayi? Itu menjadi pengabaian masyarakat sendiri,” katanya.

BACA JUGA: Ibu Pembunuh Bayi Diganjar 8 Tahun Penjara

Menurutnya, Negara juga berlaku tidak adil karena tak adanya perlindungan hukum terhadap korban. Dalam kasus ini negara tak mampu mengidentifikasi bapak bayi sebagai pelaku tindak pidana perkosaan.

“Seharusnya ada pengajuan restitusi dan kompensasi perlindungan hukum kepada korban,” katanya.

Kasus ini pun menjadi cermin betapa pentingnya pengesahan RUU PKS. RUU ini bekerja dalam prinsip hukum yang bersifat restoratif. Memberikan jaminan hukum baik bagi korban maupun pelaku.

“Prinsipnya adalah do no harm, sanksi pidana memperhatikan martabat dan harga diri masing-masing. Produk hukumnya bukan untuk perempuan saja, tetapi juga laki-laki,” katanya.

Berdasarkan data jaringan KPI di Jawa Timur terdapat ratusan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2018. Savy Amira women crisis center menangani 187 kasus di Surabaya sejak 2016 hingga 2018. Sebanyak 31,2 persen berbentuk kekerasan seksual dalam hubungan suami istri ataupun pacaran.

Di Kota Malang masih banyak terjadi pernikahan anak-anak dengan berdasarkan pada pemaksaan. Data advokasi KPI sendiri mencatat ada 807 kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun ini di Jawa Timur. Sebagian besar korban juga dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat lantaran dianggap telah melakukan aib.

Ia pun mendesak pemerintah melalui sidang paripurna di DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PKS yang sudah dibahas sejak 2016 lalu. “Stop menjadikan perempuan dan laki-laki sebagai korban dan pelaku kekerasan seksual,” tandasnya.

Sebelumnya PN Surabaya memvonis SA pidana 8 tahun penjara pada Senin 17 Desember 2018. Perempuan berusia 25 tahun itu terbukti bersalah membunuh bayi hasil hubungan di luar pernikahan dalam proses persalinan.