Selasa, 18 December 2018 02:29 UTC
Wisatawan memetik kopi di perkebunan masyarakat Kalipuro. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Kepala Seksi Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, Joko Catur Sugiarto mengatakan produktivitas perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Banyuwangi meningkat beberapa tahun terakhir.
Data Disperta Banyuwangi menyebutkan dari semua kebun kopi rakyat seluas 13.576 hektare didapatkan hasil panen kopi 13.462 ton pada tahun 2016 dan 14.518 ton selama 2017.
Menurut Joko naiknya produktivitas itu selaras dengan meningkatnya teknik pengelolaan kebun kopi oleh petani. Joko mengatakan hasil positif tersebut tidak lepas dari pelatihan dan pendampingan di kecamatan-kecamatan pusat kebun kopi rakyat, seperti Kalipuro, Kalibaru, dan Glenmore.
Selain di 3 kecamatan itu, sebaran kebun kopi rakyat juga berada di Kecamatan Songgon, Licin, Glagah, Wongsorejo, dan Pesanggaran. Rata-rata per hektare kebun pada tahun 2016 menghasilkan 0,99 ton kopi, dan di tahun 2017 meningkat menjadi 1,069 ton kopi.
BACA JUGA: Bantuan Mesin Dorong Kualitas dan Produksi Petani Kopi
Hasil itu lebih tinggi dari capaian produksi rata-rata nasional 0,71 ton per hektare per tahun. Pada tahun 2018 juga diperkirakan ada peningkatan, kendati belum ada rilis data rinci dari Disperta Banyuwangi.
"Ada peningkatan jumlah panen kopi karena peningkatan teknologi, dalam artian pengelolaan kebun kopi secara good agrikultur. Petani juga kalau tidak sering disambangi petugas akan kembali ke gaya bertani yang lama," kata Catur, Senin 17 Desember 2018.
Bila petani kopi rakyat di Kecamatan Kalipuro mengaku produktiftasnya 1 hingga 1,4 ton per hektare per tahun, petani kopi Kecamatan Kalibaru yang memanfaatkan lahan PT Perhutani KPH Banyuwangi Barat mengaku mampu menghasilkan 3 hingga 4 ton green bean per hektare per tahun.

Namun data hasil produksi kopi dari Disperta Banyuwangi belum memasukkan hasil panen perkebunan perusahaan dan hasil dari pemanfaatan lahan PT Perhutani (bukan kebun kopi rakyat).
Catur mengatakan pelatihan-pelatihan yang digelarnya untuk masyarakat petani kopi di antaranya pembinaan budidaya kopi yang baik dan benar (on farm), cara memetik kopi dan cara mengolah kopi yang bagus (pasca panen).
Ada juga materi pengolahan kebun di antaranya pemangkasan pohon, juga penggunaan pupuk dan obat tanaman organik (non kimia). "Kalau mengandalkan pestisida dan pupuk kimia, saat itu hasil panen akan naik. Tapi 2 atau 3 tahun lagi akan turun," ujar Catur.
BACA JUGA: Kopi di Pasar Sritanjung, Rasa Kafe Harga Kaki Lima
Ditambah panduan untuk membuat Rorak atau Gondang-Gandung yang berupa lubang lubang persegi panjang yang membentuk kotak mengelilingi pohon kopi. Fungsinya menjadi membuat akar lebih leluasa tumbuh, menampung daun yang gugur, menyimpan air hujan, yang akan berproses menjadi pupuk kompos dengan sendirinya.
Perkebunan kopi rakyat di Kecamatan Pesanggaran menjadi sasaran pelatihan-pelatihan tahun depan agar produktivitasnya juga meningkat.
Namun hasil produksi sebanyak itu, kata Catur, masih memiliki masalah di jalur pemasaran yang dikuasai tengkulak. Mereka membawa kopi ke Malang melalui pedagang perantara yang kemudian menghilangkan status 'kopi dari Banyuwangi' atas komoditas yang dihasilkan di Bumi Blambangan itu.
"Sekitar 90 persen kopi dari Banyuwangi dibawa ke Malang. Kita hanya ingin jangan dihilangkan bahwa itu kopi Banyuwangi," katanya.