Sabtu, 26 October 2019 06:46 UTC
Ilustrasi oleh Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut ada 13 menteri yang bermasalah dalam hal Hak Asasi Manusia (HAM), dugaan korupsi, dan produk kebijakan di era sebelumnya, dalam kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Sekjen Federasi Kontras, Andy Irfan menyebut sejumlah menteri yang terindikasi terlibat dalam kasus korupsi, yakni Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri Perhubungan Budi Karya.
"Menteri tersebut pernah dimintai keterangannya terkait dugaan kasus korupsi yang disidik oleh KPK," ungkap Andy Irfan, Jumat 25 Oktober 2019.
BACA JUGA: PWNU Jatim Tak Undang Menteri Agama di Peringatan Hari Santri
Selain itu, ada nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang diduga menjadi orang penting dalam pengusulan penempatan perwira TNI di institusi sipil atau kementerian.
"Usulan ini kembali membangunkan ingatan kolektif masyarakat tentang Dwifungsi ABRI di zaman Orde Baru," tegasnya.
Termasuk nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Agama Fahrurrozi dari kalangan militer yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti penculikan aktivis dan operasi Timor Leste.
BACA JUGA: Prabowo Jadi Menteri, Kontras Ingatkan Dugaan Pelanggaran HAM Masa Lalu
"Nama lainnya seperti Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait represifitas terhadap unjuk rasa dan penggunaan keamanan berlebih, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menyampaikan kondisi Papua kondusif ke dunia internasional," katanya.
Selain itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, disebut bermasalah lantaran mengeluarkan kebijakan yang kontroversial, yaitu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pemasyarakatan (PAS), RUU Pertanahan, RUU SD Air dan UU KPK.
"Terakhir Menteri Kesehatan dokter Terawan, yang terlibat polemik terapi cuci otak (brain washing) yang diduga melanggar kode etik profesi kedokteran," tutupnya.