Logo

KontraS Nilai Ada Ruang Buntu Saat Aksi Massa di Jatim

Reporter:,Editor:

Jumat, 09 October 2020 12:00 UTC

KontraS Nilai Ada Ruang Buntu Saat Aksi Massa di Jatim

KONTRAS: Sekjen KontraS Andy Irfan saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai aksi demo di Jawa Timur. Foto: Baehaqi

JATIMNET.COM, Surabaya - Sekjen Federasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andy Irfan menilai, aksi demonstrasi di sejumlah tempat yang berujung ricuh disebabkan buntunya ruang demokratis. 

Harusnya, kata dia, ada dialog yang dikedepankan. "Kita ini negara demokrasi berbasis supermasi hukum. Betul bahwa polisi bisa melakukan diskresi untuk penangkapan, tapi perlu diingat bahwa aktivitas (demo) yang kawan lakukan itu bukan aktivitas melanggar hukum," kata Andy, Jumat 9 Oktober 2020. 

Unjuk rasa yang dilakukan sejumlah elemen pelajar, mahasiswa, dan buruh mengenai penolakan Undang-undang Omnibus Law, karena memang problematika-nya yang penuh persoalan. DPR dinilai prematur dalam mengesahkan undang-undang tersebut. 

Harusnya, lanjut dia, pemerintah dan aparat tidak membatasi ruang bicara yang menjadi hak masyarakat. Nyaris disemua elemen masyarakat punya satu aspirasi yang menghendaki pemerintah daerah mana mereka berada ikut menolak Undang-undang ini. "Sehingga bisa disampaikan ke pusat agar presiden mengeluarkan Perpu pembatalan Undang-undang Omnibus Law," ia menegaskan.

BACA JUGA: KontraS Catat Ratusan Demonstran Ditahan, Hilang, dan Tak Teridentifikasi 

Andy juga menyayangkan pendekatan polisi yang represif. Menurutnya, penggunaan kekuatan dalam merespon aksi masyarakat justru memantik meluasnya tindakan anarkis. 

Ia menilai, petugas keamanan seharusnya lebih mengedepankan tindakan persuasif dan memberi ruang yang luas bagi pendemo. "Tapi sayangnya, karena di Surabaya maupun di malang polisi melakukan pendekatan yang cukup represif. Itu memicu reaksi lebih keras, sehingga sebagian besar massa teringat kembali dengan satu tahun di saat aksi reformasi di korupsi," terangnya. 

Andy mengatakan, tindakan-tindakan yang terjadi saat aksi demo kemarin merupakan buntut bagian dari sikap atas pengesahan Undang-undang Omnibus Law. "Bahwa telah terjadi sedikit. Mungkin diantara (pendemo) terlepas emosinya, dengan melakukan pengerusakan fasilitas umum, atau melawan petugas. Saya kira itu hal yang wajar karena respon represifitas dari polisi," bebernya. 

Sementara hingga Jumat 9 Oktober 2020, KontraS mencatat setidaknya ada 204 orang yang ditahan atau hilang atau belum teridentifikasi.