Minggu, 02 December 2018 10:36 UTC
Tim dewan proper menilai desa penghasil ikan asap di Penatarsewu, Kabupaten Sidoarjo. FOTO: Baehaqi Almutoif.
JATIMNET.COM, Sidoarjo – Sidoarjo lebih dikenal sebagai penghasil bandeng atau udang. Banyak sentra dan penjual olahan ikan bandeng di hampir penjuru daerah. Namun di Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin ikan yang diasap justru mujair.
Sebetulnya untuk mencapai desa di sisi Selatan Sidoarjo itu, harus ditempuh kurang lebih 30 menit dari pusat kota. Bagi yang pertama berkunjung ke Penatarsewu pasti akan sedikit bingung, karena memang tidak ada penanda arah menuju desa ikan asap.
Hanya terlihat beberapa rumah yang memiliki cerobong asap sebagai penanda. “Ada sekitar 88 rumah yang memiliki cerobong asap,” ujar Nurul Huda, salah satu warga Desa Penatarsewu ketika dijumpai Jatimnet.com, Minggu 2 Desember 2018.
Wanita 46 tahun yang juga pelaku usaha itu menyatakan tempat tersebut sudah ada sejak puluhan tahun. Bahkan tempat tersebut sudah ada sejak 50 tahun silam.
Dalam sehari kampung ikan asap ini mampu memproduksi 11 ton olahan ikan mujair asap dengan 165 tenaga kerja. Semua ikan hasil produksinya telah didistribusikan ke daerah sekitar Tanggulangin. Mulai dari Pasar Tanggulangin, Pasar Larangan, Pasar Porong, hingga yang terjauh ke Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Ikan mujair asap ini berbeda dengan bandeng asap. Olahannya jenis ikan air tawar ini hanya bertahan 24 jam saja. Penyebabnya, beda sistem pengasapan dan struktur ikannya. Bandeng lebih bisa cepat susut kadar airnya dibandingkan dengan mujair.
“Pengemasan sampai sekarang masih menjadi kendala karena ikannya tidak bisa tahan lama. Tapi ya saya sudah bisa mengira-ngira agar habis harus berproduksi berapa saat musim ramai dan sepi,” urainya.
Keberhasilan secara mandiri mengolah ikan mujair asap ini membuat PT Pertamina Gas (Pertagas) mendirikan resto apung melalui program corporate social renspobility (CSR). Tujuannya agar menjadikan desa tersebut menjadi desa wisata sekaligus menjadikan mujair asap sebagai ikon anyar.
Lahan yang digunakan milik desa, tetapi dana pembangunan dari PT Pertagas untuk membentuk Badan Usaha Milik desa (BUMdes), sebagai pengelolanya. Dengan begitu diharapkan mampu memberikan etalase dan lahan penghasilan baru bagi warga desa.
“Kami lihat di desa ini punya potensi banyak. Baik sumber daya alam maupun orangnya. Tapi mereka memiliki beberapa keterbatasan. Baik di akses ke modal maupun tekonologi dan ilmu pengetahuan,” kata Direktur Utama PT Petragas Wiko Migantoro.