Logo

Gross Split Mulai Diminati Investor Migas

Reporter:

Senin, 04 March 2019 10:14 UTC

Gross Split Mulai Diminati Investor Migas

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar. esdm.go.id

JATIMNET.COM, Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menjelaskan alasan gross split atau skema bagi hasil mulai diminati para investor.

“Era sekarang ini dunia penuh dengan disrupsi, sehingga dunia migas juga perlu melakukan disruption, salah satunya dengan menyangkut sistem fiskal. Jika dulu menggunakan cost recovery, dan saat ini menggunakan gross split, itu adalah disruption ESDM,” kata Arcandra, Senin 4 Maret 2019.

Dia menjelaskan bahwa gross split memiliki prinsip dasar certainty (parameter pemberian insentif yang terukur), simplicity (tidak ada perdebatan mengenai biaya dan pengadaan independen) dan efficiency (mendorong industri migas untuk efisien guna menghadapi gejolak harga).

Perubahan kebijakan ini merupakan langkah disruptif pemerintah dalam pengembangan migas Indonesia.

BACA JUGA: Pertamina-SKK Migas Jalin Kontrak Bagi Hasil Migas Maratua

“Semuanya ditentukan di awal, kalau sebuah lapangan memiliki CO2 yang besar, investor mendapatkan insentif, kalau lapangan tersebut di remote area, maka akan diberikan insentif, kalau harga minyak rendah maka mereka akan dikasih insentif lebih, tapi kalau harga tinggi, maka negara akan (dapat) insentif lebih,” urai Arcandra.

Prinsip yang kedua gross split adalah simplicity. Salah satu kendala untuk mempercepat bisnis proses migas dalam penentuan biaya pada Plan of Development (POD),

“Berapa lama dulu diskusi biaya ini di SKK Migas, biaya tidak lagi domain SKK Migas, tapi SKK Migas sekarang pada domain work program. Prinsip simple ini akan mempersingkat bisnis proses yang lama sekali,” katanya.

Pada prinsip terakhir efficiency, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan dipaksa untuk efisien, karena biaya ada di sisi KKKS. Ketidakefisien KKKS tidak berimbas pada APBN. Sebab selama ini APBN terekspose dengan KKKS efisien atau tidak.

BACA JUGA: Wood Mackenzie Apresiasi Sistem Kontrak Gross Split Migas Indonesia

Apabila tidak efisien, cost recovery akan membengkak dan akan ditanggung negara. Tetapi apabila KKKS-nya efisien maka cost recovery bisa turun.

Sebagai bukti bahwa perubahan sistem fiskal Indonesia meningkatkan daya saing, kata dia, terlihat dalam laporan Petroleum Economics and Policy Solution (PEPS) Global E&P Attractiveness Ranking yang dikeluarkan oleh IHS Markit yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-25 dari 131 negara.

Berdasarkan laporan yang sama, Indonesia juga menduduki peringkat terbaik apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Bila dikomparasikan, dengan Malaysia yang pada tahun 2017 menduduki peringkat ke-23, sekarang ini melorot ke posisi 35.

Begitu juga dengan laporan yang dikeluarkan oleh lembaga Wood Mackenzie, yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara memiliki citra positif dalam pengembangan hulu migas. (ant)