Rabu, 19 June 2019 03:58 UTC
SMART. Tampilan laman pelayanan umum Smart Kampoeng ditunjukkan Pemkab Banyuwangi di evaluasi tahap pertama gerakan menuju 100 smart city 2019, di Hotel Aston Banyuwangi, Selasa 18 Juni 2019. Foto : Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Banyak persepsi Pemerintah Kota dan Kabupaten, yang keliru tentang pengertian konsep smart city. Dua tahun berjalan, banyak daerah berlabel smart city yang hanya berpikir untuk mengembangkan teknologi informasi (TI).
Hal itu disampaikan Marsudi Wahyu Kisworo, anggota tim pembimbing gerakan menuju 100 smart city 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), dalam evaluasi tahap pertama pengembangan smart city yang digelar di Hotel Aston Banyuwangi, Selasa 18 Juni 2019.
Menurutnya, persepsi bahwa smart city adalah TI merupakan pandangan keliru. Smart city juga bukan program asal jadi, melainkan dilihat dari dampak pada masyarakat.
"Sehingga semuanya langsung belanja-belanja perangkat IT, padahal tidak harus selalu teknologi itu IT," kata Wahyu pada Jatimnet setelah mempresentasikan evaluasi umumnya di depan forum.
BACA JUGA: Smart City Berjalan Dua Tahun Tanpa Payung Hukum
Dia mencontohkan, ada sebuah daerah yang menciptakan panic button atau tombol keadaan darurat di gawai menggunakan aplikasi TI.
Aplikasi itu harus terpasang di gawai, dan bisa berjalan bila ada sambungan internet, karena membutuhkan koneksi ke perangkat lain.
Bila ada warga terkena bahaya, bisa menekan tombol tersebut yang terintegrasi dengan aplikasi di kantor polisi.
Polisi terdekat yang menerima informasi adanya kondisi darurat, bisa segera datang dan membantu menyelesaikan masalah.
BACA JUGA: Banyak Daerah Bangun Smart CityTanpa Rancang Konstruksi
Namun, desain sistem pelaporan kondisi darurat seperti itu, oleh Wahyu, dianggap gagal. Pasalnya, bila warga menjadi korban pencurian atau perampokan, gawai yang berisi aplikasi panic button biasanya ikut terambil.
"Canggih, tapi nggak ada gunanya karena orang kecopetan kan HP-nya yang dicopet," ujar Wahyu lagi.
Dia juga menceritakan, ada daerah lain yang mendesain panic button dengan lebih baik. Tanpa gawai. Tanpa menggunakan aplikasi TI Yakni panic button dipasang di tiang listrik yang dilengkapi sirene di tempat yang sama.
Bila warga menghadapi kondisi darurat, bisa langsung menuju tiang listrik dan memencet tombolnya. Bunyi sirene akan menarik perhatian warga sekitar yang bisa langsung datang memberi bantuan.
BACA JUGA: Kemenkominfo Evaluasi 75 Kota/Kabupaten Berlabel Smart City
Contoh lain, di Makassar terdapat inovasi smart living, dengan mempercantik gang-gang permukiman. Dengan langkah itu, masyarakat semakin sering bercengkerama di gang, bertambah rukun dan guyub.
"Contoh tersebut memperlihatkan komponen smart city tidak harus terkait dengan teknologi informasi," simpul Wahyu.
Di Banyuwangi, pelayanan umum berbasis daring menjadi prioritas karena menjadi kabupaten terluas di Pulau Jawa.
Pelayanan daring dinilai bisa memangkas waktu dan jarak masyarakat yang jauh dari pusat pemerintahan untuk menikmati berbagai pelayanan publik.
BACA JUGA: Konsep Tambak Ramah Lingkungan Banyuwangi Akan Dipadukan dengan Ekowisata
"Dengan pelayanan online, warga tidak perlu melakukan perjalanan jauh dengan risiko kecelakaan dan meninggalkan pekerjaan untuk menikmati pelayanan publik oleh pemerintah daerah," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam paparannya beberapa waktu lalu.
Gerakan menuju 100 smart city 2019 telah terpenuhi dengan jumlah sesuai target.
Daerah-daerah yang telah mendapatkan pendampingan dari Kemenkominfo dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini, akan menjadi percontohan untuk kabupaten dan kota lain dalam menggelar smart city.
Pada tahun 2017, terdaftar 25 kabupaten dan kota yang mengikuti gerakan ini, 50 kota menyusul di tahun berikutnya. Dan yang terbaru, 25 kabupaten dan kota masuk pada tahun ini hingga genap 100 sesuai target.
BACA JUGA: Petambak Udang Banyuwangi Kembangkan Tambak Ramah Lingkungan
Di Jawa Timur misalnya, beberapa yang telah terdaftar tahun 2017 adalah Banyuwangi dan Sidoarjo. Lalu tahun 2018 Jember, Kabupaten Probolinggo dan Kota Probolinggo. Menyusul tahun ini Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kota Malang.
Sedangkan selama tiga hari ke depan 75 kabupaten kota yang terdaftar tahun 2017 dan 2018, dievaluasi di Banyuwangi.
Ada empat tim yang masing-masing berisi lima orang evaluator yang akan mengevaluasi perwakilan daerah smart city satu-satu.
Dalam evaluasi akan dilihat perkembangan enam komponen smart city, yakni pemerintahan, ekonomi, branding, masyarakat, lingkungan, infrastruktur. Tidak diseragamkan, sejak awal pengembangan smart city dipersilahkan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.
BACA JUGA: Bersilaturahmi Lebaran dengan Lomba Perahu Layar
Wahyu mengatakan, setelah dua tahun lebih berjalan, smart city turut berkontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Misalnya Kulon Progo, yang dengan inovasi unggulan pertanian mampu meningkatkan PAD enam kali lipat setelah menerapkan smart city.
Banyuwangi yang mengunggulkan pariwisata juga mengalami peningkatan PAD, sekitar Rp 347 miliar pada tahun 2015 dan Rp 450 miliar pada tahun 2018.
Smart city, kata Wahyu, berpengaruh pada PAD karena melibatkan masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangannya. "Jadi orang mau buka usaha izinnya lebih mudah sehingga lebih banyak yang investasi di sana," pungkas Wahyu.
