Logo

Dugaan Mafia Tanah, Puluhan Warga Malang Lapor Polda Jatim

,

Rabu, 24 September 2025 08:20 UTC

Dugaan Mafia Tanah, Puluhan Warga Malang Lapor Polda Jatim

Puluhan warga Desa Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang, melaporkan dugaan mafia tanah ke Polda Jatim, Rabu, 24 September 2025. Foto: Januar

JATIMNET.COM, Surabaya – Puluhan warga Desa Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur, Rabu, 24 September 2025.

Mereka melaporkan dugaan praktik mafia tanah yang mengancam kepemilikan lahan mereka. Warga mengaku lahan perkebunan tebu yang telah mereka kuasai selama lebih dari 30 tahun, kini diterbitkan sertifikat baru atas nama pihak lain.

Mereka datang bersama kuasa hukum dari firma hukum Masbuhin and Partners yang dipercaya membongkar dugaan praktik mafia tanah tersebut. 

Dalam keterangannya, Masbuhin menegaskan praktik semacam ini bukan hanya merugikan masyarakat, namun juga mengancam stabilitas hukum, ekonomi, dan sosial.

“Para warga sudah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah sejak tahun 1994, lengkap dengan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahun. Namun pada 2024, di atas lahan yang sama tiba-tiba terbit SHM baru atas nama orang lain. Itu jelas indikasi adanya sertifikat ganda,” ujar Masbuhin.

BACA: Tipu Anggota TNI, Mafia Tanah Kavling Diringkus Polisi

Masbuhin mengungkapkan timnya telah turun ke lapangan sejak Jumat, 19 September 2025, untuk memverifikasi keluhan masyarakat. Dari hasil identifikasi awal, sedikitnya terdapat puluhan hektar tanah yang kini memiliki sertifikat ganda.

“Untuk sementara, ada sekitar 20 warga yang sudah resmi melapor ke kantor kami dengan luas lahan mencapai 15 hektar. Kami menduga masih ada sekitar 30 warga lainnya yang belum melapor. Jadi total bisa lebih luas lagi,” katanya.

Ia menilai modus operandi yang digunakan adalah dengan memalsukan dokumen melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan diduga dilakukan dengan kolusi bersama oknum aparat pertanahan.

Sebagai contoh, kasus yang dialami Tarimin. Ia telah menguasai lahan tebu sejak 1993 dengan SHM No. 603 seluas 4.630 meter persegi. Namun pada 31 Juli 2024, BPN Kabupaten Malang menerbitkan SHM No. 01049 atas nama MSE, yang menggabungkan lahan milik tiga warga, termasuk Tarimin.

Kasus serupa juga dialami Sri Rahayu, pemilik sah lahan melalui Akta Jual Beli (AJB) No. 134/2013. Lahan tersebut awalnya atas nama Soekari Poerwanto, namun pada 2024 BPN kembali menerbitkan SHM baru No. 02148 atas nama MDZ di lokasi yang sama.

Salah satu warga, Ponidi, mengaku kaget ketika mengetahui tanah miliknya juga bermasalah. Ia mengetahuinya setelah menerima surat ancaman dari seseorang bernama Saiful Effendi yang mengaku pemilik sertifikat baru di atas lahan miliknya.

BACA: Sembunyi 4 tahun, Mafia Tanah Mojokerto Diringkus di Bandung

“Awalnya saya membeli tanah itu dari pemegang hak garap yang mendapat bagian dari tanah kelebihan maksimum seluas 73 hektar. Ada 65 KK yang menerima pembagian waktu itu. Saya mengurus semua secara resmi hingga keluar sertifikat sah. Jadi ketika tiba-tiba muncul sertifikat baru, kami semua sangat terkejut,” kata Ponidi.

Atas dasar itu, Masbuhin mendampingi warga membuat laporan resmi ke Polda Jatim. Laporan tersebut telah teregister dengan nomor LP/B/1197/VIII/2025/SPKT/Polda Jawa Timur.

“Kami apresiasi langkah penyidik Ditreskrimum Polda Jatim yang langsung memulai pemeriksaan saksi-saksi secara cepat dan profesional. Harapan kami kasus ini bisa segera dibongkar dan menyeret semua pihak yang terlibat, mulai dari pelaku utama, penyuruh, hingga pihak yang menjadi pendana,” kata Masbuhin.

Ia menambahkan mafia tanah tidak hanya merugikan individu, melainkan juga berpotensi melemahkan wibawa negara jika dibiarkan. 

Oleh karena itu, masyarakat berharap Polda Jatim dapat menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, termasuk oknum aparat yang diduga berkolusi dalam penerbitan sertifikat ganda tersebut.