Logo

Dua Puluh Brand Sumbang Sampah Terbanyak di Sungai Surabaya

Reporter:,Editor:

Senin, 06 July 2020 03:00 UTC

Dua Puluh Brand Sumbang Sampah Terbanyak di Sungai Surabaya

SAMPAH MENUMPUK. Lembaga Kajian Ekologi dan Koservasi Lahan Basah (Ecoton), menyebut adanya peningkatan sampah plastik di Sungai Surabaya selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Foto: Dokumen

JATIMNET.COM, Surabaya - Lembaga Kajian Ekologi dan Koservasi Lahan Basah (Ecoton) kembali merilis hasil penelitiannya mengenai kandungan mikroplastik di Sungai Surabaya. Hasil penelitian yang dilakukan bersama Institut Sepuluh November (ITS) dan Universitas Airlangga (Unair) itu menyebutkan, sungai yang mengaliri Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya itu paling banyak jenis fiber, yang mencapai 54,93 persen. 

Lalu fragmen 42,63 persen, dan sisanya filment, granular, dan foam. “Fiber ini berasal dari tekstil, laundry dan sampah popok sekali pakai. Sedangkan fragmen yang berasal dari remahan sampah plastik yang terbuang ke sungai (kresek, sedotan dan botol plastik)," kata Direktur Ecoton Prigi Arisandi tertulis, Senin 6 Juli 2020. 

Temuan penelitian tiga lembaga ini juga menunjukkan, Driyorejo wilayah Kabupaten Gresik menjadi kawasan yang tinggi terkontaminasi mikroplastik. Prigi menyebut, hal itu disebabkan adanya pabrik tekstil yang manajemen pengelolaan sampah belum baik. Sehingga sampah masih dibuang ke sungai. 

Selain itu, kata dia, banyaknya sampah yang dibuang di Driyorejo karena pelayanan sampah kurang memadai. Hanya mencakup kurang dari 40 persen wilayahnya.

BACA JUGA: Diduga Dampak Dari PSBB, Sampah Menumpuk di Sungai Surabaya

Pun demikian, wilayah Joyoboyo Surabaya menjadi terbanyak temuan ditingkat hilir. Seluruh sampah berkumpul menjadi satu di sini. "Meskipun Surabaya memiliki fasilitas sampah yang jauh memadai," ia menerangkan. 

Sementara dari hasil kajian sampah fragmen atau remahan plastik, Prigi mengungkapkan ada setidaknya 20 pabrik yang menyumbang. Terbanyak merk Wigs Group dengan 1121 sampah.

Lalu ada Indofood Sukses Makmur 586 sampel, Unilever 371 temuan, Tanobel 368 sampah, Mayora Indah 348 sampel, Ajinomoto 224 temuan, Santos 168 temuan, dan Forisa 156 sampah. 

Sebelas sisanya, Danone 138 sampah, Garuda Food 124 sampel, P&G 116 sampah, Marimas 89 sampah, Siantar Top 85, Nutrifood 73 sampah, Miki Kijang CV 48, Unichem Candi 44, So Good Food 38, Sanjaya 24, Coca Cola 23, dan Indolakto 22.

BACA JUGA: Perusahaan Pengelola Limbah B3 Tak Ditindak, Ecoton: Preseden Buruk Penegakan Hukum Lingkungan

Prigi berharap dari brand audit yang dilakukannya dapat menjadi evaluasi bagi perusahaan agar lebih ramah lingkungan. Tidak memproduksi kemasan produk dalam bentuk sachet dalam bentuk kecil.

"di Undang-undang pengelolaan sampah 18/2008 dikenal dengan EPR (Extended producer responsibility) pada Produsen Penghasil Sampah Plastik. Tanggung jawab produsen penghasil sampah plastik terhadap lingkungan salah satunya seperti mendesain produk yang lebih ramah lingkungan," bebernya. 

Harusnya, lanjut dia, undang-undang itu juga didukung oleh regulasi dari pemerintah baik daerah maupun pusat untuk membatasi dan melarang pemakaian sampah sekali pakai. Menyediakan tempat sampah khusus untuk jenis Sampah Residu seperti bungkus multilayer, sampah popok bayi dan pembalut wanita. 

"Kemudian larangan penggunaan microbeads sintetis dalam kosmetik atau peralatan personal care (odol, sabun, scrub wajah dan perawatan kecantikan)," tandasnya.