Rabu, 01 July 2020 10:40 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya - DPRD Jawa Timur menyayangkan adanya selisih data tenaga kesehatan yang meninggal, milik Dinas Kesehatan dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Hikmah Bafaqih mengatakan, selisih data tersebut didapati saat pihaknya saat menggelar rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Jatim Surabaya, Senin 29 Juni 2020 lalu.
Dinas Kesehatan Jawa Timur, kata Hikmah, ada delapan orang. Sedangkan data IDI Jatim mencapai 22 tenaga medis. "Kami sudah mempertemukan IDI Jatim dan Dinkes Jatim soal perbedaan angka tersebut. Selisihnya memang jauh," kata Hikmah, Rabu 1 Juli 2020.
Perbedaan data itu sama halnya menunjukkan komunikasi ataupun koordinasi terhambat di bidang kesehatan. Untuk itu, Komisi E mendorong Dinkes Jatim bersama IDI segera memadukan data tersebut.
BACA JUGA: Jadi Tren Baru di Jatim, 42 Ibu Hamil Terinfeksi Covid-19
"Bayangkan keluarga para nakes namun tak terdata sebagai nakes maka tak mendapatkan uang duka (santunan) sebagai apresiasi," ujar politisi PKB tersebut.
Menurut Hikmah, berdasarkan penjelasan Dinkes Jatim data kematian tenaga kesehatan didapat dari rumah sakit dan laboraturium. "Ternyata, Dinkes selama ini mengandalkan data dari rumah sakit atau laboratorium. Kenyataannya, banyak nakes yang meninggal namun tak dilaporkan sebagai nakes," ia menerangkan.
Sementara, data IDI Jatim dari jumlah tenaga kesehatan di Jatim yang mencapai 25 ribu orang, 76 orang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Angka yang terinfeksi itu belum termasuk kota pahlawan.
Sebab, IDI menyebut kesulitan mengakses data di Surabaya. Terlepas dari itu, IDI Jatim menyebut, untuk dokter yang meninggal sebanyak sepuluh orang. Termasuk Surabaya.
BACA JUGA: Sebanyak 44 ASN di Jatim Positif Covid-19
Sementara perawat, IDI Jatim menyampaikan, sebanyak 137 perawat yang positif, sepuluh di antaranya meninggal. Sedangkan bidan, dari 53 orang positif, dua meninggal.
Ketua IDI Jatim Sutrisno berharap agar tenaga kesehatan mendapat prioritas. "Kenapa? Karena ibarat perang, tentaranya ya tenaga kesehatan itu," kata dia.
Karenanya, bila ingin memenangkan perang tenaga medis harus diperhatikan. "Harus dirawat, diopeni, diperhatikan. Supaya tenaganya pikirannya dan kemampuannya bisa terus melakukan pelayanannya," ia menerangkan.
Selama ini, kata dia, sebagai tenaga medis yang berada di garda depan penanganan Covid-19, rasa was-was selalu menyelimuti. Terlebih ketika mereka pulang ke rumah. Sebab itu juga diperlukan pemeriksaan secara rutin kepada tenaga medis. Salah satunya dengan rapid test.
BACA JUGA: Risma Klaim Pasien Covid-19 di Surabaya Sudah Turun
"Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung maupun tidak langsung (kepada pasien Covid-19, mungkin), beserta tenaga penunjangnya, sebaiknya di-skrining rutin," bebernya.
Selain itu, yang juga dibutuhkan para tenaga medis ini adalah soal insentif. Sutrisno menilai masalah insentif ini penting. Tidak hanya di fasilitas kesehatan milik pemerintah, namun juga swasta.
Terakhir yang diharapkan IDI Jatim, adanya perlindungan tenaga kesehatan dari stigma negatif. "Kan sering sudah sakit, mau pulang ditolak masyarakat. Ada yang meninggal, mau dikubur juga ditolak masyarakat," terangnya.
Terpisah, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak mengakui, tengah menyiapkan santunan terhadap para tenaga kesehatan yang meninggal dunia tersebut. "Kalau soal santunan itu ada," katanya.
Hanya saja Mantan Bupati Trenggalek itu masih merahasiakan jumlahnya. Pastinya angkanya telah disesuaikan juga dengan jumlah keluarga nakes yang meninggal dunia juga sudah dihitung.
"Sebelumnya, juga ramai soal besarannya, kenapa kok cuma sekian? Namun, kami memastikan bahwa jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah yang dianggap kecil itu. Nanti, untuk jumlah pastinya akan disampaikan manajemen," tandasnya.