Kamis, 22 November 2018 13:48 UTC
Ilustrasi
JATIMNET.COM, Surabaya - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir telah meminta kepada rektor se-Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap dosen dan mahasiswa yang diduga terpapar paham radikalisme.
Langkah selanjutnya, kata Nasir, membimbing dosen dan mahasiswa tersebut apakah ingin tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau memilih tetap dalam radikalisme.
“Tidak boleh, dia menikmati uang negara untuk membela negara malah merongrong negara. Gak boleh, jadi radikalisme ini harus segera diselesaikan,” ujarnya.
Dia mengatakan jika dosen yang diduga terpapar radikalisme menolak untuk kembali ke NKRI, dipersilakan untuk keluar dari status Pegawai Negeri Sipil. “Silakan keluar dari (status) PNS, tapi kalau mau kembali ke NKRI ya tidak apa-apa,” katanya.
Sejak 2017, Nasir mengungkap ada sekitar empat atau lima dosen yang dibimbing karena terindikasi paham radikalisme. Keempat dosen itu sudah menyatakan tetap mendukung NKRI.
Menurut Nasir, para dosen yang terpapar paham radikalisme ada di daerah Solo, Surabaya dan Bandung. “Ada yang dari kampus negeri, ada juga dari swasta. Ada yang professor tapi juga ada yang bukan professor,” tuturnya.
Nasir menyatakan telah mengeluarkan Permen 55 tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Negara. Permen itu dimaksudkan agar ada harmonisasi antara kegiatan ekstra di dalam dan luar kampus dengan empat pilar kebangsaan.
Secara konkret, kata dia, akan dibuat sebuah unit kegiatan mahasiswa pengawal ideologi. “Mereka memberikan pembelajaran bersama dosen pembimbing untuk pengawalan ideologi bangsa baik UUD 1945, NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya.