Minggu, 04 July 2021 05:00 UTC
Nur Elya Anggraini, komisioner Bawaslu Jatim sebagai penyintas Covid-19.
JATIMNET.COM, Jember – “Covid-19 itu ada, dekat dengan kita dan sangat menular. Apalagi dengan adanya varian baru Delta, yang penularannya sangat cepat. Sayangi diri kita dan orang-orang tercinta,” ujar Nur Elya Anggraini, komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim saat berbincang dengan Jatimnet.com pada Minggu 4 Juli 2021.
Ely sapaan akrab Nur Elya Anggraini- punya pengalaman khusus terkait Covid-19. Tidak hanya sebagai penyintas orang yang berhasil melewati virus, Ely juga terpapar Covid-19 bersama keluarganya. Bahkan Ely juga harus kehilangan ibu tercinta karena serangan virus yang diduga bermula dari Wuhan, Cina ini.
“Awalnya ibuku pada 7 Juni 2021, mengalami gejala mulai dari flu, demam, radang tenggorokan, badan menggigil dan linu di sekujur tubuh. Ibu kemudian dirawat oleh adik perempuan saya. Saat itu saya sedang dinas di luar kota,” ujar Ely yang tinggal di Bangkalan, Madura bersama keluarganya itu.
Hanya berselang dua hari kemudian, adik perempuannya itu juga mengalami gejala yang sama. Bahkan, anak kedua Ely yang juga tinggal di rumah yang sama, mulai gejala seperti batuk.
Baca Juga: Plt Dinkes Jember Positif Covid-19
“Akhirnya adikku yang laki-laki yang kemudian mengurus ibu dan adik perempuanku. Namun kemudian juga mengalami gejala yang sama,” papar alumnus FISIP Universitas Jember (Unej) ini.
Ely kemudian pulang dan mengevakuasi anak pertamanya ke Surabaya. Sedangkan anak keduanya yang masih balita, tetap tinggal di rumah yang sama, tetapi di ruang yang berbeda dengan keluarga. “Anakku yang kedua, aku pisahkan dengan tinggal di musola,” tutur Ely.
Hanya beberapa jam setelah mengurus keluarganya yang memiliki gejala Covid, pada malam harinya Ely juga merasakan gejala yang sama. Seperti demam dan pusing. “Besoknya aku berinisiatif menjalani tes swab antigen, dan hasil positif Covid-19. Dari situ, aku yakin, bahwa ibu dan kedua adikku juga positif,” ujar mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini.

Kakak perempuan Nur Elya Anggraini saat memakamkan sang ibu dengan menggunakan pakaian hazmat dan standar prokes. (Istimewa/ Dok pribadi)
Di rawat di rumah sesaat, kondisi sang ibu sempat membaik selama satu hari. Namun, keesokan harinya, sang ibu kembali merasakan gejala sakit yang sama, seperti kedinginan dan linu. Ely kemudian membawa keluarganya ke Rumah Sakit Lapangan (RSL) Indrapura, Surabaya, yang memang didirikan khusus di masa pandemi untuk menangani Covid-19.
“Hanya ibuku yang masuk ke IGD. Karena saturasinya 93 persen, maka langsung dirujuk ke RSD dr Soetomo, Surabaya,” ujar Ely. Sesuai standar, saturasi normal adalah 95 hingga 100 persen.
Baca Juga: Bertambah Satu Orang, Anggota DPRD Jember Fraksi PDIP Positif Covid-19
Di RSD dr Soetomo, sang ibu dirawat di IGD selama tiga hari. Namun kondisi sesak nafasnya semakin memburuk. Rumah sakit terbesar di Indonesia bagian timur itu mengalami kekurangan ventilator.
“Selama tiga hari itu, ibuku sesak nafas dan tidak mendapatkan ventilator, antri 18 orang. Kami mendengar melalui telepon, bagaimana ibuku menahan sesak nafas, yaa Allah sungguh menyesakkan dada,” kenang Ely dengan pilu.
Selama tiga hari itu pula, kakak perempuan Ely yang tidak terpapar Covid-19 berkeliling mencari rumah sakit yang masih memiliki persediaan ventilator. Di hari keempat, sang kakak menemukan RSUD Lawang.
Saat itu juga, mereka juga memboyong sang ibu ke RSUD Lawang. Namun keesokan harinya, tanggal 24 Juni 2021 –kurang dari sebulan setelah dinyatakan positif Covid-19- nyawa ibunda Ely tak terselamatkan.
Baca Juga: Satu Kecamatan Zona Merah Covid, Pemkab Jember Bagikan 30 Ton Beras
Ibunda Ely, Sutarmi akhirnya dimakamkan dengan protokol Covid-19. Kakak perempuannya yang tidak positif Covid-19, berkesempatan untuk ikut memandikan, mengafani dan ikut sampai proses pemakaman sang ibu.
Kakak perempuan Ely itu mengikuti proses tersebut lengkap dengan pakain hazmat (hazardous materials), agar tidak terpapar virus. “Saya dan dua adik saya hanya bisa melihat proses itu melalui video call,” kenang mantan jurnalis ini.
Saat ini, kondisi Ely dan kedua adiknya, sudah berangsur membaik. Namun mereka masih tetap melanjutkan masa isolasi mandiri. “Kami memperpanjang masa isolasi mandiri ini sampai dengan 20 Juli 2021, sesuai instruksi PPKM Mikro Darurat Jawa Bali yang ditetapkan pemerintah,” ucap Ely.
Selama masa isoman, Ely dan kedua adiknya melakukan berbagai hal agar bisa sembuh dari Covid-19. Mulai dari rutin mengkonsumsi vitamin C di pagi dan sore hari,lalu ditambah vitamin D dosis 5 ribu cc serta konsumsi madu.
Mereka juga rutin berjemur, menghirup uap panas dan makan makanan bergizi. Sejumlah obat dan antibiotik resep dokter juga mereka konsumsi selama lima hari. Untuk meredakan gejala ringan seperti batuk atau pusing, mereka mengkonsumsi obat biasa.
“Menjaga pikiran juga penting. Intinya, kalau terpapar Covid, memang harus makan yang bergizi, istirahat teratur dan happy,” papar alumnus Pondok Pesantren Syaikhona Kholil, Bangkalan ini.
Berkaca dari pengalamannya tersebut, Ely berharap masyarakat tidak meremehkan Covid-19 dan disiplin menjalankan protokol kesehatan. “Maskernya didobel, jangan panik. Pakai masker kesehatan di dalam, dan di lapis luar pakai masker kain.
Bawa hand sanitizer ke mana-mana dan tetap di rumah, kecuali kalau memang benar-benar sangat mendesak. Dengan kondisi saat ini, dosis doa dan ikhtiarnnya harus di tambah,” pungkas Ely.