Logo

Dampak dari Pandemi Jumlah Pelaku Usaha di Kota Probolinggo Meningkat Drastis

Reporter:,Editor:

Selasa, 23 November 2021 00:20 UTC

Dampak dari Pandemi Jumlah Pelaku Usaha di Kota Probolinggo Meningkat Drastis

PELATIHAN: Suasana pelatihan manajemen retail bagi toko prancangan/toko kelontong dan warung, Foto : Diskominfo.

JATIMNET.COM, Probolinggo - Dampak Pandemi Covid-19 yang terjadi sampai kini, membuat jumlah pelaku usaha meningkat dibanding sebelum adanya pandemi Covid-19

Seperti yang terdata di Kota Probolinggo, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan setempat mencatat, jumlah pelaku UMKM di tahun 2019 atau sebelum Pandemi-19 masih sekitar 6 ribu orang. 

Namun semenjak memasuki masa Pandemi Covid-19 sampai saat ini, jumlah UMKM dan sebagian diantaranya beralih ke usaha kecil, tercatat ada sekitar 19 ribu orang. 

Itu terungkap, saat DKUPP Kota Probolinggo menggelar pelatihan manajemen retail bagi toko prancangan/toko kelontong dan warung, Senin 22 November 2021, di salah satu resto di Kota Probolinggo.

Baca Juga: Korban PHK di Tengah Pandemi, Pria di Probolinggo Malah Jadi Juragan Tambak Udang

Kepala DKUPP Kota Probolinggo Fitriawati mengatakan, naiknya jumlah pelaku usaha selama Pandemi Covid-19, tidak lepas dari kondisi perekonomian saat ini yang tidak menentu.

"Banyak orang mulai mencari penghasilan tambahan, langkah ini diambil sebagai preventif jika sewaktu-waktu terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, red) oleh kantornya. Jadi nggak heran, kalau sekarang banyak yang berjualan makanan, minuman atau sekedar menjadi reseller di marketplace,” ujar Fitri. 

Oleh karenanya, Fitri menyampaikan, DKUPP menggelar pelatihan sebagai salah satu langkah menghadapi tingginya persaingan antar pelaku usaha retail, di Kota Probolinggo. Di samping itu manajemen ritel merupakan sebuah proses perencanaan, pengelompokkan dan pengendalian sumber daya yang dimiliki perusahaan, sehingga perdagangan ritel barang dan jasa menjadi semakin lancar.

Toko pracangan, toko kelontong dan warung kecil yang umumnya bisa diakses oleh masyarakat, dikenal sebagai pusat perbelanjaan yang masih tradisional dan sebagai sebuah bisnis eceran, yang saat ini menghadapi kompetisi, di tengah gempuran menjamurnya bisnis ritel di Indonesia.

“Di toko peracangan, toko kelontong dan warung kecil, pembeli tidak bisa mengambil barang-barang yang dibutuhkannya secara sendiri. Itu berbeda dengan toko ritel modern,” ujarnya.

Baca Juga: Rasa Haru Kapolresta Probolinggo Temui Balita Yatim Piatu akibat Covid

Untuk itu, lewat pemahaman sekaligus pengaplikasian manajemen ritel, diharapkan para pemilik toko pracangan, toko kelontong dan warung, dapat tetap bersaing dengan ritel modern ataupun kompetitor lainnya. 

Sementara pakar olahan pangan UMKM, Puguh priyo Sudibyo menyebutkan, belakangan muncul anggapan hadirnya toko ritel modern membuat mati usaha kelontong. “Banyak toko kelontong yang mulai ditinggalkan banyak orang, karena toko ritel modern lebih rapi, aman dan nyaman saja. Padahal kalau soal lengkap atau harga, jelas toko kelontong juaranya,” katanya.

Puguh mengharapkan agar warung kelontong maupun ritel modern, dapat tumbuh berdampingan. ”Guna membuka kesempatan dalam bersaing, warung kelontong harus berubah menjadi lebih baik, salah satunya lewat pelatihan ini,” katanya.

Dalam pelatihan tersebut, peserta diberikan materi rahasia seputar bagaimana menyusun produk, cara menawarkan barang dagangan dan membuat catatan sederhana barang masuk dan keluar, termasuk keuangan. Dan memanfaatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang bekerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah Jatim.