Logo

Benarkah Video Andria tentang Aksi Massa di Depan Asrama Papua Hoaks?

Polda Jatim menetapkan Youtuber itu sebagai tersangka.
Reporter:,Editor:

Jumat, 06 September 2019 09:13 UTC

Benarkah Video Andria tentang Aksi Massa di Depan Asrama Papua Hoaks?

YOUTUBER. Wadir Reskrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara memperlihatkan video di laptop, Kamis 5 September 2019. Polisi menetapkan Andria Adiansah, youtuber asal Kebumen, karena diduga membagikan gambar video yang tak sesuai fakta. Foto: Khaesar.

JATIMNET.COM, Surabaya – Kepolisian Daerah Jawa Timur menahan Andria Adiansah (25), seorang Youtuber asal Kebumen, Jawa Tengah karena diduga menyebarkan hoaks tentang aksi massa di depan asrama mahasiswa Papua Jalan Kalasan, Surabaya.

Wakil Direktur Reskrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara mengatakan video yang diunggah Andria, di kanal SPLN berjudul “Tolak Kibarkan Bendera Merah Putih Asrama Mahasiswa Papua di Grudug Warga” tidak sesuai kenyataan. “(Andria) kami tetapkan sebagai tersangka,” katanya di depan wartawan, Kamis 5 September 2019.

Menurut dia, tersangka menggunakan video peristiwa lama dengan narasi baru. Gambar dalam video sudah ada beredar di jagad maya sejak 17 Agustus 2016, tapi kembali digunakan kembali untuk menggambarkan peristiwa di depan asrama mahasiswa Papua pada 16 Agustus 2019. “Tidak sesuai dengan kenyataan,” katanya.

BACA JUGA: Tetapkan Veronica Tersangka, Amnesty International Sebut Polda Jatim Lakukan Kriminalisasi

Andria adalah tersangka keempat yang ditetapkan Polda Jatim menyusul pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16-17 Agustus 2019 yang memicu kerusuhan besar di Papua pada pekan berikutnya. Sebelumnya, polisi telah menetapkan bekas caleg Gerindra Tri Susanti dan pegawai Pemerintah Kota Surabaya Samsul Arifin sebagai tersangka ujaran kebenciaan pada mahasiswa Papua, serta menuding aktivis HAM dan pengacara publik Veronica Koman sebagai provokator.

Meski demikian, lanjut Arman, Andria tak memiliki keterlibatan dengan tiga tersangka lain. “Pelaku ini youtuber dan berdiri sendiri,” katanya.

Polisi menjerat Andria dengan pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.

GAMBAR LAMA. Tangkapan layar video di Kanal SPLN Youtube. Polda Jatim menetapkan pemilik akun kanal ini karena diduga menyebarkan hoaks tentang aksi massa di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Video Hoaks?

Kanal SPLN di Youtube.com tercatat dikelola akun bernama MrAndria09. Bergabung sejak 31 Mei 2012, kanal ini telah mengunggah 277 video dengan total 862.689 kali ditonton hingga Jumat, 6 September 2019.

Video berjudul “Tolak Kibarkan Bendera Merah Putih Asrama Papua di Grudug Warga” memiliki durasi 1 menit 33 detik dengan dua foto utama sebagai ilustrasi. Foto pertama bergambar sekelompok orang di depan pintu gerbang dan kedua, foto pemandangan jalan dari sebuah halaman yang dibatasi pagar.

Jatimnet.com menelusuri asal muasal foto. Hasilnya, foto pertama merupakan peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta pada Jumat, 15 Juli 2016 yang diunggah sebuah blog. Adapun foto kedua, pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada Rabu, 15 Agustus 2018 dari situs berita Kompas.com.

KOLASE. Tangkapan layar foto pengepungan asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta, 15 Juli 2019 (atas) dan di Surabaya pada 15 Agustus 2018 (bawah).

Sedangkan narasi dalam video bersumber dari teks berita Detik.com berjudul “Tolak Kibarkan Merah Putih, Asrama Mahasiswa Papua Digeruduk Warga”, yang ditayangkan pukul 17.26 WIB 16 Agustus 2019, atau 18 menit sebelum video diunggah di Kanal SPLN.

Sejatinya, SPLN Channel adalah vlog yang menampilkan video-video tentang peristiwa dengan memanfaatkan foto-foto yang beredar di internet dan teks media massa arus utama sebagai narasinya. Dari yang bertema tutorial beternak burung, kecelakaan lalu lintas, hingga peristiwa tertentu yang ramai menjadi perbincangan publik.

Video tentang Papua ada belasan jumlahnya di kanal ini. Selain tentang aksi massa di depan asrama mahasiswa di Surabaya, juga komentar polisi tentang penyebab kerusuhan. Sebut saja salah satunya, video berjudul “Berita terbaru, Kapolri Dalami Keterlibtan Asing dalam Kasus Papua” yang diunggah pada 1 September 2019 pukul 17.42 WIB.

BACA JUGA: Kerusuhan di Papua, Kapolri Nilai Kejadian di Surabaya dan Malang Peristiwa Kecil

Video ini memanfaatkan foto Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian berbincang di wartawan saat berkunjung ke RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya pada Senin, 19 Agustus 2019 sebagai thumbnail . Saat itu, Tito baru saja menjenguk anggota Polsek Wonokromo yang jadi korban pembacokan. Penelurusan Jatimnet.com, gambar thumbnail itu bersumber dari foto di Jatimnow.com berjudul “Kapolri: Kerusuhan di Manokwari Papua Berawal dari Surabaya dan Malang” pada 19 Agustus 2019.

Ada tiga gambar yang dikolase dalam video. Dua di antaranya, gambar pertama dan ketiga, berhasilnya dilacak asalnya. Yakni dari foto dalam berita berjudul “Sambil Duduk Bersila, Massa Aksi Protes Ditemui Gubernur Papua” di Kompas.com pada 19 Agustus 2019 yang diunggah pukul 14.46 WIB, serta berita di Merdeka.com berjudul “Tuntut kemerdekaan, mahasiswa Papua di Yogya dihadang polisi” pada 1 Juli 2014.

TIGA FOTO. Tangkapan layar foto massa di Lapangan Apel Kantor Gubernur Papua 19 Agustus 2019 (bawah) dan aksi massa mahasiswa Papua di Yogyakarta 1 Juli 2014 (kanan atas, massa berspanduk).

Adapun narasi video dibacakan berdasarkan teks berita di Antaranews.com berjudul “Papua Terkini - Kapolri dalami keterlibatan asing dalam ricuh Papua” yang diunggah pada 1 September 2019 pukul 16.09 WIB.

Misinformasi dan Disinformasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan hoaks dengan berita bohong. Padahal berita, yang dimaknai sebagai cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat, erat berkaitan dengan kerja jurnalistik yang ketat menerapkan verifikasi.

Pimpinan Eksekutif First Draft Claire Wardle, menyebut menggunakan istilah fake news (berita palsu atau bohong) tak membantu mengidentifikasi kesalahan informasi. Maka ia mengenalkan istilah misinformasi dan disinformasi untuk mengurai kerumitan memahami hoaks. “Istilah fake news tidak membantu, tapi tanpa istilah alternatif kita canggung menggunakan tanda kutip tiap kali mengucapkan frasa ini,” tulisnya dalam artikel berjudul “Fake News. It’s Complicated”.

Misinformasi, menurut dia, informasi yang salah yang tak sengaja dibagikan. Adapun disinformasi adalah informasi salah dan sengaja dibagikan.

Ia menambahkan ada tujuh jenis mis-dis informasi. Dari sekadar untuk parodi (satire) yang semula untuk lucu-lucuan; konten yang manipulatif, tak nyambung, manipulatif, aspal (asli tapi palsu), dan salah hingga pabrikasi konten untuk menghasilkan uang dari iklan.

Jangan ada hoaks di antara kita. Infografis: Gilas Audi.