Sabtu, 28 November 2020 01:40 UTC
BK DPRD. Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) berfoto bersama pengurus BK DPRD Jawa Timur, Jumat, 27 November 2020. Foto: DPRD Jawa Timur
JATIMNET.COM, Surabaya – Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Jawa Timur Agus Wicaksono menilai perlu ada perumusan untuk mempertegas penegakan kode etik bagi para legislator. Jangan sampai kesalahan beberapa oknum justru membuat kepercayaan kepada lembaga perwakilan rakyat menurun.
"Masih banyak masukan ke kami, dimana BK belum bekerja maksimal," ujar Agus saat acara Forum Komunikasi BK DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Surabaya, Jumat, 27 November 2020.
Selama ini, Agus tidak menampik BK sedikit kesulitan menegakkan kode etik. Banyak penghambatnya, mulai dari kesamaan partai politik, ideologi, hingga kepentingan. "Kami agak kesulitan ketika akan menertibkan karena objek dan subjek dewan sendiri," kata dia.
BACA JUGA: DPRD Jatim Nilai Ada Potensi PAD Rp 410 Miliar yang Luput dari Hitungan
Untuk itu, ia berharap ada banyak masukan terkait penegakan kode etik bagi legislator. Melalui forum komunikasi ini, semua masukan itu akan dijaring semaksimal mungkin.
"Kami akan bersama bagaimana meneguhkan kinerja DPRD khususnya BK. Kami segera merumuskan kode etik, sehingga ada pedoman di dalam mengambil langkah ketika memang ada anggota DPRD ada pelanggaran etika," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md yang hadir sebagai keynote speaker mengatakan keberadaan kode etik ini hal yang biasa dalam penegakan etika.
Sejumlah profesi juga memiliki badan kehormatan untuk menjaga agar tidak ada pelanggaran etika. Misalkan di dunia kedokteran, ada majelis disiplin dan ada dewan kehormatan.
"Kalau (majelis) disiplin itu pelanggaran ilmunya. Kalau (dewan) kehormatan itu pelanggaran etikanya. Pelanggaran disiplin menurut prosedur-prosedur yang ditentukan, (misalkan) dia tidak disiplin. Lalu nanti ada kehormatan, lebih pada etik. Itu yang menjembatani antara sesuatu yang tidak bisa dihukum dengan Undang-Undang tetapi dihukum berdasarkan etik," kata Mahfud.
BACA JUGA: DPRD Jatim Inisiasi Bentuk Perda Tentang Ormas
Biasanya, kata Mahfud, hukuman yang diberikan oleh Badan Kehormatan bentuknya peringatan dan teguran. Namun tidak menutup kemungkinan jika sudah parah bisa direkomendasikan untuk pemecatan.
"Kalau ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan, usulkan ke ketua atau kelembaganya ini dipecat. Ada undang-undangnya. Barangsiapa oleh majelis kode etik atau dewan kehormatan dinyatakan bersalah dengan kategori berat diusulkan pemecatan," kata pakar hukum yang juga pernah jadi Anggota DPR ini.
Namun demikian, Mahfud mengingatkan penerapan kode etik harus sesuai mekanisme. "Tidak bisa kode etik itu langsung dikukuhkan, harus ada mekanisme yang sifatnya internal," katanya.
