Rabu, 05 December 2018 05:24 UTC
Pengamat ekonomi memandang perlu membangun perumahan dengan konsep koperasi guna menghadirkan rumah yang layak huni. FOTO: DOK.
JATIMNET.COM, Jakarta – Koperasi perumahan memiliki potensi untuk mengatasi persoalan backlog (kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan rumah yang dibutuhkan) di Indonesia.
Diterangkan Pengamat Ekonomi Suroto bahwa sudah saatnya solusi backlog menggunakan koperasi sebagai instrumen strategis untuk kemajuan masyarakat.
“Model koperasi perumahan ini sudah berkembang pesat di negara maju, seperti Kanada dan Amerika Serikat (AS). Terbukti konsep ini jauh lebih efektif menyelesaikan masalah,” kata pengamat dari Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses), Rabu 5 Desember 2018.
Saat ini backlog diperkirakan mencapai 13,5 juta unit. Sementara pada tahun 2025 mendatang diperkirakan kebutuhan rumah mencapai 30 juta unit. Adapun kebutuhan rumah rata-rata per tahun mencapai 1,2 juta unit, dan pemerintah baru mampu menyediakan sekitar 1 juta.
“Model penyediaan perumahan selama ini juga karena sifatnya yang komersial membuat masyarakat menengah ke bawah sulit untuk mendapatkan rumah. Meskipun perumahan yang ada sudah disediakan dengan konsep rumah sederhana sekalipun,” katanya.
Pada akhirnya, masyarakat menengah ke bawah tergusur dari pusat-pusat kota. Kondisi lain diperparah dengan harga yang tak terjangkau dan kualitas bangunannya jauh dari standard.
Dia menekankan bahwa rumah memiliki arti penting untuk membangun keluarga yang sehat dan bahagia. Rumah yang tidak sehat, lanjut Suroto, kerap muncul masalah kriminalitas, dan berdampak pada ongkos sosialnya yang mahal dan menjadi beban pemerintah.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah mengembangkan koperasi perumahan yang tidak cenderung berorientasi untung semata. Menurutnya keberadaan koperasi bukan membahas keuntungan semata, melainkan membantu masyarakat untuk mendapatkan rumah layak sekaligus mengurangi ongkos sosial.
“Konsep koperasi perumahan ini cukup dikembangkan beberapa saja di kota besar. Kemudian pemerintah pusat atau daerah agar tidak menambah pengeluaran, cukup ikut mendukung dalam bentuk investasi dalam bentuk modal penyertaan,” katanya. (ant)