Logo

Australia Bikin Aturan Ketat Soal Perusahaan Media Sosial

Reporter:,Editor:

Jumat, 05 April 2019 15:35 UTC

Australia Bikin Aturan Ketat Soal Perusahaan Media Sosial

Ilustrasi platform media sosial. Foto: pixabay

JATIMNET.COM, Surabaya - Australia mengeluarkan undang-undang yang menerapkan aturan ketat terhadap perusahaan media sosial. Aturan terbaru menyebutkan bahwa perusahaan akan dikenai denda besar dan penjara bagi eksekutifnya jika gagal dengan cepat menghapus konten mengganggu dari platformnya.

Undang-undang baru Australia mewajibkan perusahaan media sosial untuk segera menghapus konten berisi pidato kebencian, penyebaran kebohongan, dan propaganda. Hal ini menjadikan Negeri Kangguru sebagai terdepan untuk memaksa medsos seperti Youtube dan Facebook untuk bertanggung jawab atas konten yang ada di platform.

Undang-undang ini tercipta kurang dari satu bulan setelah penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Pelaku penembakan menayangkan aksi kejinya membantai 50 jemaah salat Jumat dan puluhan lainnya serta membagikan manifesto yang menjunjung supremasi kulit putih. 

BACA JUGA: Selama Masa Tenang, Platform Medsos Dilarang Tayangkan Iklan Kampanye

"Platform media sosial seharusnya tidak jadi senjata untuk tujuan itu," kata Jaksa Agung Australia, Christan Porter dilansir dari Nytimes.com, Jumat 5 April 2019.

Undang-undang ini ditentang keras para pelaku industri internet. Pembuatannya pun tanpa masukan dari pakar teknologi dan perusahaan teknologi. Tapi Australia bersikukuh undang undang ini bertujuan agar materi kekerasan tidak tersebar di platform media sosial. 

Porter menyatakan pandangan yang hampir bulat di antara warga Australia bahwa platform media sosial harus lebih bertanggung jawab atas konten mereka. "Ini kemungkinan besar adalah yang pertama di dunia," kata Porter.

Undang-undang ini mengkriminalkan materi kekerasan seperti video serangan teroris, pembunuhan, pemerkosaan, atau penculikan yang ada di media sosial.

Perusahaan media sosial yang gagal menghapus konten seperti itu dengan cepat dapat menghadapi denda hingga 10 persen dari laba tahunan mereka. Bagi karyawan dapat dihukum hingga tiga tahun penjara. Perusahaan juga harus memberi tahu polisi ketika ditemukan bahan ilegal.

BACA JUGA: Kasus Penjual Bayi Via Medsos Segera Disidangkan

Perusahaan media sosial Australia memperingatkan minggu ini bahwa undang-undang tersebut dapat mengarah pada penyensoran pidato yang sah. 

"Aturan ini mendorong peningkatan penyensoran dan penghapusan oleh perusahaan. Ini bisa membuat mereka memindahkan kantor dari negara-negara yang mengeluarkan undang-undang tersebut, untuk melindungi mereka dari penuntutan," kata Susan Benesch, pendiri Dangerous Speech Project di Harvard's Berkman Klein Center for Internet and Society.

Sebuah konsorsium teknologi termasuk Google, Facebook dan Amazon berpendapat bahwa UU ini akan merusak hubungan Australia dengan negara-negara lain. 

Tak hanya itu, UU ini juga menyulitkan karena dibutuhkan pengawasan proaktif dari semua pengguna di seluruh dunia agar konten kekerasan tidak tersebar. Di sisi lain, perusahaan medsos tidak bisa mengetahui bila ada pengguna yang memposting ulang konten berbahaya.

BACA JUGA: KPU Jatim Batasi 10 Akun Medsos untuk Kampanye

"Undang-undang ini, yang disusun dan disahkan dalam lima hari tanpa konsultasi yang berarti, tidak melakukan apa pun untuk mengatasi ucapan kebencian, yang merupakan motivasi mendasar bagi serangan teroris Christchurch yang tragis," kata Sunita Bose, direktur pelaksana Digital Industry Group Inc ., grup advokasi yang mewakili Facebook, Google dan perusahaan lain.

Dengan volume besar konten yang diunggah ke internet setiap detik ini adalah masalah yang sangat kompleks yang memerlukan diskusi dengan industri teknologi, pakar hukum, media dan masyarakat sipil untuk mendapatkan solusi yang tepat. Dengan proses tersebut, UU ini seharusnya tidak disahkan pekan ini.

Tapi undang-undang ini diperkirakan akan menghadapi masalah hukum, seperti hak Australia mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan medsos yang tidak memiliki kantor di negara itu. Tidak jelas juga apakah Australia akan memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman berdasarkan laba pada raksasa internasional seperti Facebook.