Sabtu, 18 July 2020 01:00 UTC
SEPI PEMINAT. Suasana daftar ulang siswa MAN di Mojokerto yang biasanya ramai peminat, kini sepi karena lokasinya dekat dengan observasi Covid-19. Foto: Karin/ Dokumen
JATIMNET.COM, Surabaya - Permasalahan putus sekolah di Jawa Timur masih belum terurai. Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur, Wahid Wahyudi mengakui jumlahnya masih sangat tinggi.
"Angka putus sekolah juga masih cukup tinggi. Diantaranya terbanyak adalah yang perempuan dan bekerja ke pesantren," ujar Wahid, Sabtu 18 Juli 2020.
Hanya saja, ia tidak menyebut rinci angka perbandingan putus sekolah tersebut. Namun berdasarkan data Dindik Jatim yang pernah dipublish akhir Juli 2019 lalu, ada 14 ribu anak usia SMA di Jatim yang putus sekolah.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur tahun 2019 menunjukkan rata-rata lama sekolah di Jatim mencapai usia 7,59 tahun. Artinya, rata-rata penduduk Jatim usia 25 tahun ke atas saat itu mengenyam bangku sekolah kelas 7-8 atau SMP kelas I dan II.
BACA JUGA: JARAK 100 METER DARI OBSERVASI COVID-19, MAN DI MOJOKERTO SEPI PEMINAT
Pemprov Jatim, kata Wahid, telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengurangi angka putus sekolah tersebut. Diantaranya, meringankan pembiayaan. Kucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) diharapkan bisa meringankan biaya siswa yang kurang mampu. Sehingga bisa kembali sekolah.
“Termasuk mengeluarkan dana BOS dan dana BPOPP menjadi langkah mengurangi putus sekolah. Di mana ini merupakan program murni dari Pemprov,” terangnya.
Selain itu, Wahid menyebut akan memaksimalkan fungsi komite sekolah. Diharapkan, komite sekolah yang merupakan paguyuban wali murid tersebut bisa memberikan subsidi silang.
"Yang kemudian memungkinkan untuk mendapatkan bantuan-bantuan sukarela dari para orang tua yang mampu. Sehingga komite bisa menggalang dana tersebut, diharapkan mampu untuk membantu sekolah yang membutuhkan bantuan dari orang tua siswa,” bebernya.
