Selasa, 20 August 2019 14:54 UTC
KEPUNG ASRAMA. Aksi pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya pada Sabtu, 17 Agustus 2019. Polisi didesak mengusut tuntas dan menindak tegas pelaku pengepungan. Foto: Khaesar Gle
JATIMNET.COM, Surabaya – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebut sikap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam melambatkan akses internet (throttling) di Papua, melanggar pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945, serta pasal 19 Deklarasi Umum HAM, tentang hak masyarakat memperoleh dan menyampaikan informasi.
AJI meminta agar pemerintah tidak melakukan throttling lagi, baik di Papua atau pun di seluruh wilayah Indonesia lainnya.
Tuntutan itu disampaikan merespon throttling yang dilakukan pemerintah di Ibu Kota Papua Barat, Manokwari, dan Jayapura, Papua, serta sejumlah wilayah lain di Papua secara bertahap pada 19 Agustus 2019, mulai dari pukul 13.00 WIT hingga sekitar pukul 20.30 WIT.
Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu melalui rilis menjelaskan, pelambatan akses internet itu untuk mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu demonstrasi lebih besar.
BACA JUGA: Media Asing Soroti Aksi Protes dan Rasisme pada Mahasiswa Papua
Kementerian Komunikasi dan Informatika mendeteksi ada dua hoaks yang berkaitan dengan demonstrasi di Papua dan Papua Barat, yaitu soal "foto warga Papua yang tewas dipukul aparat di Surabaya", dan "Polres Surabaya menculik dua pengantar makanan untuk mahasiswa Papua".
“AJI juga meminta pemerintah untuk menghormati hak publik memperoleh informasi. Meskipun langkah ini dimaksudkan untuk mencegah hoaks, namun di sisi lain, pelambatan ini juga menghambat akses masyarakat, khususnya Papua dalam mencari informasi yang benar,” kata Ketua AJI, Abdul Manan, dalam siaran persnya.
AJI juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya.
BACA JUGA: Ingin Tenangkan Diri, Mahasiswa Papua di Surabaya Tak Ingin Menemui Tamu
“Kami menolak segala macam tindakan provokasi dan tindakan rasis yang bisa memicu perpecahan dan kekerasan yang bisa membahayakan kepentingan umum dan demokrasi,” katanya.