Jumat, 23 August 2019 06:37 UTC
NIKAH. Suasana Permohonan Dispensasi Pernikahan Usia Dini dan Perceraian di Pengadilan Agama Mojokerto. Foto: Karina Norhadini.
JATIMNET.COM, Mojokerto – Pengadilan Agama (PA) Mojokerto mencatat terdapat 90 anak di bawah umur yang mengajukan surat dispensasi menikah, sejak Januari hingga Agustus 2019. Mereka berasal dari 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto, dan tiga kecamatan yang ada di Kota Mojokerto.
81 pengaju kini telah mendapatkan persetujuan.
Panitera Muda Gugatan PA Mojokerto Achmad Romli mengatakan, permintaan pernikahan muda di wilayah Kabupaten maupun Kota Mojokerto disebabkan dua faktor.
"Semuanya berawal dari pergaulan bebas dan akhirnya hamil di luar nikah. Kebanyakan orang tua sekarang takut kalau sampai anaknya hamil sebelum menikah, jadi alasannya lebih baik segera dinikahkan. Karena ke mana-mana anak mereka selalu jalan berdua, bahkan sampai malam," kata Achmad Romli, saat ditemui di Pengadilan Agama Mojokerto, Jumat, 23 Agustus 2019.
BACA JUGA: Sebanyak 118 Pemohon Terkendala Ajukan Dokumen Isbat Nikah
Achmad menambahkan, kebanyakan usia pemohon di bawah 20 tahun, dengan pemohon perempuan di bawah usia 16 tahun, sedangkan laki-laki di bawah usia 19 tahun.
Mereka harus membawa sejumlah persyaratan, seperti KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, serta surat penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA).
"Padahal sejauh ini untuk pengesahan permohonan dispensasi, sudah sangat selektif. Selain memenuhi persyaratan secara administrasi, PA Mojokerto juga melihat dan mengidentifikasi psikologi, maupun fisik para pemohon. Apakah sudah siap untuk berumah tangga atau belum," tandasnya.
Sementara, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto Joedha Hadi menyebutkan, setiap tahun jumlah pemohon dispensasi menurun meskipun tak terlalu signifikan.
BACA JUGA: Dispendik Jember Benarkan Siswa Mundur UNBK karena Nikah
"Walau dari data yang ada di tahun 2017, di Mojokerto ada 111 pasangan yang mengajukan dispensasi menikah selama setahun. Kemudian pada tahun lalu, 2018, ada 103 pasangan. Tahun ini dalam kurun waktu hampir delapan bulan, baik kota maupun kabupaten sudah ada 81 pasangan di bawah usia dini," terangnya.
DP2KBP2 menggalakkan upaya door to door untuk memberikan pemahaman terhadap orang tua, terutama para remaja, mulai dari tingkat terendah seperti rukun tetangga (RT), untuk pencegahan.
"Kami pun menjadikan Kepala KUA tokoh agama di masing-masing lingkungan yang mereka urusi. Fungsinya pasti sebagai mediasi, agar pernikahan di bawah umur bisa dikurangi. Meski dalam undang-undang boleh, menikah usia 16 tahun tapi secara organ reproduksi belum siap begitu juga psikologis," tambahnya.
BACA JUGA: Tahun Baru, 557 Pasangan di Jakarta Ikuti Nikah Massal
Joedha menyatakan, pasangan yang menikah di bawah umur lebih rentan terkena risiko gangguan kesehatan, terutama bagi perempuan dan bayi, serta gangguan psikologis pada ibu bayi atau baby blue. Semua kesiapan harus diperhatikan, baik kesehatan organ reproduksi maupun psikologis sebelum menikah.
"Sebab wanita Indonesia yang belum siap menikah, akan rawan 18 penyakit. Di antaranya stunting serta gizi buruk. Sedangkan dari segi sosial, ada banyak hal yang disiapkan, seperti merawat bayi, menjadi pendidik, nah ilmu ini dipastikan sangat minim sekali," pungkasnya.
Joedha berharap, semua pihak turun tangan dalam usaha menekan angka pernikahan anak usia dini.
"Selain itu, pemerintah harusnya merevisi UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Soalnya hanya di Indonesia batas pernikahan itu di bawah usia 16 tahun. Sedangkan di negara lain sudah di atas usia 18 tahun. Cuman memang idealnya, batas bawah perkawinan wanita itu 21 tahun. Karena secara psikologis dan kesehatan reproduksi sudah matang," katanya.