Jumat, 01 March 2019 10:20 UTC
Kadinkes Ponorogo Rahayu Kusdarini. Foto: Gayuh Satria
JATIMNET.COM, Ponorogo – Kabupaten Ponorogo memperpanjang status Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak ditetapkan sebulan lalu. Status sempat diakhiri pada 28 Februari 2019.
Kepala Dinas Kesehatan Rahayu Kusdarini mengatakan status KLB otomatis berlanjut per 1 Maret 2019.
“Sampai hari ini masih ada penderita baru, sehingga pemerintah ingin penderita baru ini tetap masih terbiayai oleh pemerintah,” kata wanita yang kerap disapa Irin ini melalui telepon, Jumat 1 Maret 2019.
Data Dinkes Ponorogo dari seluruh Rumah Sakit daerah tersebut mencatat terdapat 426 penderita dan 8 orang meninggal akibat DB.
BACA JUGA: Penyandang Disabilitas Dalam DPT Ponorogo Mencapai 2.001 Orang
Irin menjelaskan saat ini masih ada 10 sampai 15 penderita baru setiap harinya. Akan tetapi angka ini terus menurun jika dibandingan ketika status KLB baru diterapkan satu bulan lalu.
Perpanjangan status KLB sendiri akan ditetapkan hingga 15 Maret 2019 jika penderita baru mencapai angka di atas 10 orang perhari.
Pihaknya mengaku status KLB ditetapkan oleh pimpinan daerah dalam hal ini Bupati, sehingga status KLB untuk saat ini statusnya kondisional dengan melihat jumlah penderita perharinya.
BACA JUGA: KPUD Ponorogo Mulai Lakukan Pelipatan Kertas Suara
“Akan tetapi jika angka penderita sewaktu-waktu bisa berkurang menjadi dibawah 5 orang perhari, KLB bisa dihentikan tanpa harus menunggu tanggal 15,” jelas Irin.
Terkait besaran biaya pengobatan pasien DBD, pihaknya belum bisa menghitung berapa biaya yang harus dibayar pemerintah. Hal ini karena biaya pengobatan telah ditanggung terlebih dahulu oleh pihak rumah sakit yang bersangkutan.
“Pihak RS masih mengumpulkan syarat serta administrasinya. Namun untuk masyarakat atau penderita yang sudah dirawat di RS dibebaskan dari segala bentuk pembiayaan alias gratis,” terangnya.
BACA JUGA: Siswa SMA Di Ponorogo Ciptakan Obat Nyamuk dari Daun
Selain mengganti biaya pengobatan, Dinkes Ponorogo tetap melakukan fogging untuk pencegahan DBD. Menurut Irin, beberapa daerah secara epidimilogis masih ada yang memerlukan fogging. “Fogging terlepas dari KLB atau tidak tetap kita lakukan,” pungkasnya.