Sabtu, 26 January 2019 08:20 UTC
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: pixabay
JATIMNET.COM, Surabaya – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 250.000 orang bisa meninggal karena perubahan iklim. WHO menyebut ini bisa terjadi antara tahun 2030 dan 2050 karena faktor kekurangan gizi, stres akibat panas dan malaria.
Mengutip livescience.com, ulasan terbaru yang diterbitkan 17 Januari di The New England Journal of Medicine, menyebutkan perkiraan WHO adalah "perkiraan konservatif."
“Itu karena gagal memperhitungkan faktor-faktor terkait iklim lainnya yang dapat memengaruhi angka kematian-seperti perpindahan penduduk dan pengurangan produktivitas tenaga kerja dari petani karena panas yang meningkat,” kata Dr. Andrew Haines, ahli epidemiologi dan mantan direktur London School of Hygiene & Tropical Medicine, kepada CNN.
BACA JUGA: Kematian Akibat Wabah Ebola di Kongo Renggut 332 Jiwa
Selain itu, kata dia, perkiraan WHO tidak memperhitungkan penyakit dan kematian yang terkait dengan gangguan layanan kesehatan yang disebabkan oleh cuaca ekstrem dan peristiwa iklim.
Ulasan tersebut tidak memberikan perkiraan terbaru terkait kematian akibat perubahan iklim, tetapi mencatat bahwa pengurangan produksi makanan saja diperkirakan akan menyebabkan 529.000 kematian orang dewasa pada tahun 2050, menurut sebuah studi 2016.
Perubahan iklim juga dapat menyebabkan lebih dari 100 juta orang ke jurang kemiskinan pada tahun 2030, menurut perkiraan Bank Dunia, yang pada gilirannya, akan membuat mereka lebih rentan terhadap dampak kesehatan dari perubahan iklim.
BACA JUGA: Tenggelamkan Kapal, Menteri Susi Masuk Daftar Pemikir Dunia
Semua ini menggarisbawahi perlunya investasi dan kebijakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan cara untuk mengurangi dampak kesehatan dari perubahan iklim.
Perubahan iklim menyebabkan cedera, penyakit, dan kematian, dengan risiko yang diprediksi meningkat dan mengancam kesehatan jutaan orang.
"Ancaman luas terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim menuntut tindakan tegas dari para profesional kesehatan dan pemerintah untuk melindungi kesehatan generasi sekarang dan mendatang," tulis laporan tersebut.