Senin, 17 June 2019 03:21 UTC
Ilustrtasi wisata Hong Kong
JATIMNET.COM, Surabaya – Hampir dua juta penduduk turun ke jalan memprotes undang-undang ekstradisi yang kontroversial, di Hong Kong. Jumlah ini disebut yang terbesar selama dua dekade terakhir.
“Pengunjuk rasa hari ini mencapai dua juta orang” kata Jimmy Sham, dari Front Masyarakat Hak Asasi Manusia, Minggu sore.
Unjuk rasa berlangsung damai. Polisi dilaporkan menahan diri, dan memungkinkan kerumunan orang untuk bergerak perlahan menuju kota.
Hal ini tampak berbeda dengan unjuk rasa yang terjadi pada Rabu sebelumnya, dengan kekerasan yang terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa yang menyebabkan puluhan orang terluka.
BACA JUGA: Aksi Protes di Hong Kong Lemahkan Rupiah
Pengunjuk rasa banyak menggunakan baju hitam, membawa bunga untuk mengungkapkan duka cita pada pengunjuk rasa yang meninggal pada Sabtu.
Pergerakan unjuk rasa lamban, karena banyak orang memblokir jalan dan stasiun.
“Carrie Lam telah mengabaikan banyak perasaan warga Hong Kong,” kata Ma, pengunjuk rasa laki-laki berusia 67 tahun, dikutip dari Bbc.com¸pada Senin 17 Juni 2019.
Sementara, pemerintah berupaya meredam kemarahan penduduk, dengan mengumumkan penundaan undang-undang, pada Sabtu.
BACA JUGA: Mobil Listrik Tesla Terbakar di Area Parkir
Namun, langkah itu gagal, dan jumlaah pengunjuk rasa meningkat hingga 2 juta orang, pada Minggu sore. Mereka meneriakkan protes agar kepala pemerintahan Hong Kong Carrie Lam mengundurkan diri, sepanjang hari, pada Minggu.
Pengunjuk rasa juga menginginkan agar undang-undang tertsebut sepenuhnya dicabut.
Unjuk rasa kali ini mengingatkan kejadian serupa di tahun 2003, ketika setengah juta orang protes melawan undang-undang keamanan nasional.
Kepala Pemerintahan Hong Kong yang tak populer saat itu, Tung Chee-hwa, mengundurkan diri sebulan kemudian.
BACA JUGA: Topan Mangkhut Terjang Hong Kong, Begini Dahsyatnya
Namun, saat ini, tak ada jaminan jika pengunjuk rasa akan puas dengan siapapun yang mengganti posisinya, jika Lam mengundurkan diri, terutama di bawah pemerintahan politik Hong Kong. Di mana pemimpin dipilih oleh sejumlah panelis yang beraliansi dengan pemerintahan Beijing.
Kemarahan ditujukan kepada Lam, pemimpin pemerintahan Hong Kong yang didukung oleh Beijing.
Sebagian besar kemarahan terjadi setelah ia menuduh pengunjuk rasa sebagai “kerumunan yang terorganisir” pada Rabu, julukan yang ditolak oleh ribuan pengunjuk rasa damai.
Lam tetap bersembunyi dari publik, hingga ia mengumumkan jika pemerintah sedang berhenti dan berpikir, pada Sabtu.
BACA JUGA: JKSN Targetkan 80 Persen Suara TKI di Hongkong
Pada Minggu, ia mengeluarkan pernyataan permintaan maaf atas kinerja pemerintahannya, yang menyebabkan adanya kontroversi dan konflik di antara masyarakat, menyebabkan kekecewaan dan duka.
Spekulasi pun banyak beredar tentang masa depan posisi Lam, namun Menteri Luar Negeri Cina memberikan dukungan umum padanya, Sabtu.
Hong Kong awalnya adalah koloni Inggris, namun dikembalikan kepada pemerintahan Cina tahun 1997, di bawah sistem “satu negara, dua sistem”. Sebuah sistem yang menjamin otonomi Hong Kong.
Pemerintah berpendapat, undang-undang ekstradisi akan menutup lubang, sehingga Hong Kong tidak akan menjadi surga bagi kriminal, mengikuti kasus pembunuhan di Taiwan.
BACA JUGA: Badai Mangkhut Porak Porandakan Hongkong
Namun, kritik menyebut undang-undang ini akan membawa masyarakat Hong Kong masuk kedalam sistem hukum Cina yang buruk, dan menyebabkan terkikisnya independensi Hong Kong.
Banyak yang khawatir jika aturan ini digunakan untuk membidik musuh negara Cina.