Logo

Terancam Digusur, Tanah dan Bangunan SMP PGRI 2 Ngoro Jombang Diminta Pemdes untuk Gedung Serbaguna

Reporter:,Editor:

Sabtu, 01 February 2025 05:20 UTC

Terancam Digusur, Tanah dan Bangunan SMP PGRI 2 Ngoro Jombang Diminta Pemdes untuk Gedung Serbaguna

Bangunan SMP PGRI 2 Ngoro yang berlokasi di Desa Rejoagung, Kec. Ngoro, Kab. Jombang. Foto: Dini

JATIMNET.COM, JOMBANG – Gedung SMP PGRI 2 Ngoro yang berlokasi di Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, terancam dirobohkan oleh Pemdes setempat lantaran diklaim berdiri di atas Tanah Kas Desa (TKD).

Kepala SMP PGRI 2 Ngoro Nani Lestari menjelaskan penggusuran sekolah yang telah berdiri bertahun-tahun ini dilakukan Pemdes sejak Desember 2024 silam dan rencananya bangunan akan dirobohkan.

"Sudah digusur sejak Desember kemarin, kami masih berjuang," kata Lestari dengan penuh kesedihan, Jumat, 1 Februari 2025.

Saat didatangi, Lestari bercerita panjang tentang polemik yang menimpa lembaga pendidikan yang memiliki 15 siswa itu.

Bagi Lestari, klaim yang dilakukan pemdes atas tanah itu menurutnya kurang tepat. Sebab, tanah tersebut disebutnya sebagai tanah eigendom atau hak milik mutlak atas tanah itu berasal dari zaman Kolonial Belanda.

BACA: Tanahnya Beralih TKD, Warga Desa Leran Gresik Gugat Pemdes

Meski demikian, pemdes tetap meminta dengan dalih butuh lahan untuk pembangunan gedung olahraga.

"Alasan desa meminta gedung sekolah karena berdiri di tanah desa. Desa sekarang butuh lahan untuk membangun gedung olahraga," katanya.

"Menurut saksi hidup, itu tanah eigendom. Kami sudah menempati mulai tahun 1980. Sudah 43 tahun," katanya.

Bahkan, tanah yang diklaim oleh pemdes itu sebelumnya pernah mendapatkan bantuan hibah berupa pembangunan gedung dari pemerintah pusat.

"Dengan gedung sekolah bantuan dari pemerintah pusat," ujarnya.

Perjuangan Lestari untuk mempertahankan hak masyarakat dalam memperoleh pendidikan juga terus dilakukan.

Menurut dia, sebelumnya juga sudah dilakukan pertemuan pihak sekolah dengan kepala desa (kades) Rejoagung beserta perangkat desa lainnya, namun mediasi itu masih gagal.

"Kami berusaha mempertahankan. Karena desa langsung menggusur waktu itu mendatangkan tukang untuk kerja bakti membuat pondasi," katanya.

BACA: Sengketa Tanah Petani, Kuasa Hukum Pakuwon Jati Sebut Hasil Tukar Guling dengan Pemkot Surabaya

Saat itu, pihak sekolah bersama saksi sudah menjelaskan ke pihak pemerintah desa bukti atas lokasi bangunan sekolah. Namun, pihak desa disebutnya tetap tidak mengakui status keberadaan bangunan itu milik sekolah.

Upaya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Jombang juga sudah dilakukan namun juga belum ada titik terang.

Dia juga mengaku kesulitan melihat status kepemilikan tanah berdasarkan buku catatan kepemilikan tanah (Letter C) yang dipegang pemdes sebab pemdes enggan memberikan salinan Letter C dengan dalih itu merupakan data yang hanya bisa diakses orang tertentu saja.

"Saya ke desa tapi itu tidak dikasih (diberi) sama aparat desa. Katanya Letter C enggak bisa dilihatkan ke semua orang. Itu intern desa," katanya.

Lestari sangat menyayangkan pemerintah desa dengan berbagai kekuatannya digunakan untuk menggusur lembaga pendidikan.

Para guru meminta bisa kembali menempati gedung dan anak-anak bisa belajar dengan nyaman. Lestari juga menegaskan sekolahnya tidak pernah memungut biaya SPP bahkan uang gedung.

Dikonfirmasi terpisah, Pemerintah Desa Rejoagung melalui kepala dusun setempat, Ali Imron, membantah jika pihaknya akan melakukan penggusuran sekolah.

"Enggak ada lah, dengan sadar jika minta pindah kami persilakan," kata dia.

Dia menjelaskan bangunan sekolah yang mau dipakai oleh pihak desa adalah ruang kosong untuk kebutuhan pembangunan gedung serbaguna.

"Ruangan kosong yang kami pakai itu untuk gedung serbaguna," ucapnya.

BACA: PT Gelora Niaga Kencana Diduga Serobot Tanah untuk dijadikan Perumahan Griya Galaxy

Ia mengatakan status tanahnya diakui memang milik desa. Pihaknya membenarkan jika dahulu tanah itu merupakan tanah eigendom, termasuk lokasi lapangan dekat SMP PGRI 2 Ngoro berbatasan dengan makam.

Ali Imron mengaku memang pihak sekolah yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Dia berpandangan meski pernah mendapat bantuan pembangunan dari pemerintah tidak cukup untuk mengklaim tanah tersebut adalah milik sekolah. Karena menurut Ali, pihak sekolah tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan.

"Enggak iso nunjukkan surate, surat opo, (Enggak bisa menunjukkan suratnya, surat apa)," ujarnya.

menurutnya, berdasarkan keterangan di Letter C Desa Rejoagung, status tanah memang diperuntukkan untuk SMP PGRI. Tapi status kepemilikan tanah itu tetap milik desa.

"Kalau di Letter C-nya kalau saya lihat untuk SMP PGRI. Status tanahnya bukan, karena milik desa," ujarnya.

Dia kembali menegaskan tidak ada rencana penggusuran. Pihaknya hanya menurunkan genting dari bangunan yang mau roboh dan mengajak warga untuk gotong royong membangun pondasi gedung serbaguna.

"Kalau penggusuran tidak ada. Tapi saya minta, kalau tidak diberikan, saya minta semua. Karena dasar desa Letter C. Kalau sertifikatnya enggak ada," ujarnya.