Logo

TCSC IAKMI Jatim Desak Revisi Perda KTR dan KTM

Reporter:

Rabu, 22 August 2018 00:30 UTC

TCSC IAKMI Jatim Desak Revisi Perda KTR dan KTM

TCSC IAKMI Jatim mendukung adanya revisi Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok dan Kawasan Tanpa Rokok. FOTO: Ellyda Retpitasari.

JATIMNET.COM, Surabaya – Tobacco Control Support Centre Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Jawa Timur mendukung revisi Perda Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok demi menekan angka perokok pemula atau perokok remaja (baby smoker) di Indonesia.

Salah satu poin dalam revisi Perda Nomor 5 Tahun 2008 adalah memasukkan fasilitas tempat kerja dan tempat umum sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Di kawasan bebas rokok ini tidak wajib dibuatkan tempat khusus merokok. Tetapi dengan adanya KTR bukan melarang, tetapi mengatur agar orang yang tidak merokok, tidak menghirup asap rokok.

Menurut Ketua TCSC-IAKMI, Dr. Santi Martini, dr., M.Kes Perda No.5/2008 sudah tidak relevan dengan UU No. 36/2009 tentang kesehatan dan PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

“Pada UU No. 36/2009 dan PP 109/2012 menyatakan ada tujuh jenis sarana yang dikategorikan sebagai KTR. Diantaranya fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan,” urainya Selasa, 21 Agustus 2018.

Sementara Perda No.5/2008 belum menetapkan dua lokasi, yaitu tempat umum dan tempat kerja sebagai KTR. “Revisi Perda No. 5/2008 harus dilakukan. Dua lokasi yang belum menjadi KTR juga sangat berpengaruh dalam meningkatnya baby smoker,” lanjutnya.

Menurut PP 109/ 2012, pasal 50 ayat 2, konsep KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau.

Adapun tiga hal usulan yang harus diamandemen, menurut TCSC IAKMI Jatim, adalah memasukkan fasilitas tempat kerja dan tempat umum sebagai KTR.

Sementara itu, Perhimpunan Promosi Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI mengusulkan untuk Kawasan Terbatas Merokok (KTM) di mall atau tempat umum harus bebas area rokok.

“Adanya tempat khusus merokok tertutup yang disediakan di mall atau tempat umum justru memunculkan third hand smoker (non perokok yang menghirup sisa asap). Sebab sisa asap akan menempel di ruangan,” jelas Perhimpunan Promosi Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI) yang juga sekaligus dosen FKM Unair, Hario Megatsari, S.KM., M.Kes.

Hario menambahkan bahwa munculnya baby smoker juga disebabkan banyak iklan rokok. “Anak-anak mulai melakukan sesuatu pasti dari apa yang sering dilihat. Banyaknya iklan rokok bisa menjadi alasan utama kenapa baby smoker itu ada,” pungkasnya.

Tim TCSC IAKMI Jatim pada akhir tahun 2017 melakukan studi tentang banyaknya iklan rokok yang terpampang di tempat umum. Media iklan yang digunakan mulai dari billboard, baliho, videotron dan sejenisnya.

Hasil studi menyatakan ada 87 jalan di kota Surabaya (33,3 persen) yang menampilkan iklan rokok. Lokasi terbanyak yaitu di wilayah Surabaya Selatan dan Surabaya Timur.

Dari 87 jalan terdapat 122, yang diantaranya terdapat 22 reklame (18 persen) berada di sekitar KTR. Diantaranya tempat pelayanan kesehatan, sarana pendidikan dan tempat ibadah.

Usulan TCSC IAKMI Jatim selain pelarangan iklan rokok, juga mengusulkan harga rokok dinaikkan, rokok tidak dijual eceran, dilarang menjual rokok pada anak usia kurang dari 18 tahun, memberi sanksi bagi orang tua yang merokok tapi memiliki balita, menjual rokok tidak mencolok, rokok tidak dipajang dekat makanan, minuman, obat dan kue, mainan anak, dan tempat jual rokok harus berizin.