Logo

Sutopo Purwo Nugroho, Tak Henti Berbagi Informasi

Reporter:

Rabu, 03 October 2018 00:07 UTC

Sutopo Purwo Nugroho, Tak Henti Berbagi Informasi

Sutopo Purwo Nugroho. Ilustrasi oleh Gilas.

JATIMNET.COM, Surabaya – Pesan itu mendarat di grup Whatsapp Medkom Bencana-4 pukul 21.16, Minggu 30 September 2018. “Mohon maaf, belum bisa melayani media dengan prima,” demikian tajuknya. Isi pesannya, terdiri 586 kata –yang jika dipindahkan di atas kertas bisa mencapai dua halaman folio.

Si pengirim bukan orang sembarangan. Sutopo Purwo Nugroho, ia Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Ketika bencana terjadi, segudang pertanyaan pasti tertuju padanya. Apalagi setelah gempa dan tsunami melanda Palu, Sulawesi Tengah, Jumat 28 September 2018 pekan kemarin.

“HP saya tak berhenti berdering,” tulis Sutopo di grup Whatsapp yang diikuti 254 nomor telepon itu.

Tak hanya berdering, menurut dia, telepon genggamnya juga terus dibanjiri pesan. Pengirimnya awak media, birokrat, hingga diplomat. Mereka minta informasi pasca-bencana. Tentang para korban dan penangannnya. Masyarakat umum pun banyak yang menghubunginya, bertanya keberadaan dan keselamatan kerabat.

Di tengah karut marut bencana, mendapatkan data detil dan rinci bukan perkara mudah. Gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah memorak-porandakan infrastruktur, selain mengakibatkan korban jiwa. Bangunan hancur, sambungan listrik putus, serta jaringan komunikasi ke Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong lumpuh.

Akibatnya, akses data dan informasi ke lapangan terbatas. Tapi bagi Sutopo, komunikasi lumpuh dan kesulitan mencari data bukan alasan untuk melupakan tugas.

“Saya harus melayani dan menjelaskan semuanya. Harus sabar, telaten, dan membesarkan hati masyarakat yang kehilangan saudaranya,” tulisnya dalam layanan perpesanan itu.

Tiap hari ia berusaha membagi informasi yang didapat. Lewat konferensi pers, menyiarkan di akun sosial media; facebook, twitter, dan instragram, hingga mengirim broadcast message di grup-grup Whatsapp.

Saat ini, kata dia, ada enam grup WAG (Whatsapp Group) Medkom, 14 WAG Wapena (wartawan lokal), dan satu WAG Pers BNPB yang terangkum dalam telepon pintarnya. Grup perpesanan itu melayani kebutuhan informasi untuk 3 ribuan lebih wartawan.

Upayanya tak berhenti pada membagi informasi. Ia kerap menjelaskan panjang-lebar, lengkap, dan detil pada wartawan saat konferensi pers.

Ia ingin masyarakat menerima informasi secara utuh. Meski kadang, ia harus menjelaskan berulang-ulang seperti memberi kuliah pada mahasiswa. “Agar menulis beritanya tidak salah,” katanya.

Bukankah berita salah adalah bencana. Dan pewarta bukan pembawa petaka.

Sutopo Purwo Nugroho. Foto: Facebook Sutopo Purwo Nugroho.
Sutopo Purwo Nugroho. Foto: Facebook Sutopo Purwo Nugroho.

Kanker Tak Memadamkan Semangatnya

Empat hari lagi, ia berulangtahun ke-49. Sutopo Purwo Nugroho, seperti dikutip dari laman Wikipedia, lahir di Boyolali, 7 Oktober 1969. Ayahnya seorang guru SD dan ibunya pegawai di kantor pengadilan. Masa kecilnya dilalui dalam kesederhanaan. Sekolah SD hingga SMA di Boyolali, lalu kuliah di Fakultas Geografi UGM Yogyakarta.

Cita-citanya menjadi dosen di almamaternya kandas selepas lulus tahun 1994. Tahun 1995, ia bekerja sebagai peneliti di UPT Hujan Buatan BPPT dan Teknologi Mitigasi Bencana BPPT.

Pada 1998 ia melanjutkan pendidikan S2 Program Studi Pengelolaan DAS di IPB Bogor. 10 tahun kemudian, pada 2008, ia menempuh S3 di kampus yang sama dan berhasil meraih gelar Doktor di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Pada 2010, ia bekerja di Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Hingga kini.

Dengan ratusan karya tulis, yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dan media massa, Sutopo adalah penulis produktif. Itu terlihat dari ketangkasannya membagi informasi. Informasi bencana yang ia sebarkan melalui WAG, sosial media, dan pernyataan resmi, tertulis apik dan lengkap. Runut dan runtut.

Ia pun nyaris tak pernah mengabaikan pertanyaan wartawan.

“Jika sehat pasti saya lakukan kapan pun, di mana pun, bagaimana pun selama 24 jam 7 hari seminggu,” tulisnya.

Perjuangan Sutopo kini memang tak hanya menembus keterbatasan akses informasi di daerah bencana. Ia sekaligus harus berjuang melawan kanker paru-paru stadium 4B yang mendera tubuhnya.

Ia mengatakan rasa sakit yang dideritanya membuatnya susah tidur nyenyak. Fisiknya masih lemah, sakit masih mendera setelah menjalani masa pengobatan. Punggungnya nyeri, dada kiri terasa sakit sekali. Ia tak henti merasakan mual, ingin muntah, dan sesak napas. Tulang belakang bengkok terdorong kanker.

“Makanya jalan saya miring,” katanya.

Toh, ia tak berhenti juga membagi informasi. Ia masih rutin berkicau di twitter, juga membagi status dan foto di facebook dan instagram tentang kondisi teranyar penanganan bencana.

Tubuhnya melemah tapi semangatnya membagi informasi tetap menyala.