Logo

Skandal Kapal Bekas, Kejati Jatim Tahan Dirut PT DPS

Reporter:,Editor:

Rabu, 15 May 2019 12:29 UTC

Skandal Kapal Bekas, Kejati Jatim Tahan Dirut PT DPS

KORUPSI. Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS), Riry Syeried Jetta (rompi merah) langsung ditahan Kejati Jatim. Foto: M Khaesar Glewo

JATIMNET.COM, Surabaya - Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menahan Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Riry Syeried Jetta, Rabu 15 Mei 2019. Penahanan dilakukan setelah penyidik melengkapi berkas kasus tindak pidana korupsi pengadaan kapal Floating Crane bekas seharga Rp 60,3 miliar.

Riry tiba di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim untuk memenuhi panggilan penyidik Rabu 15 Mei 2019 pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Ia mengenakan kemeja hem warna krem dipadu celana hitam. Riry langsung naik ke lantai lima ruang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim.

Sore hari sekitar pukul 16.00 WIB, Riry keluar dari lift lantai 5 Kejati Jatim dengan mengenakan rompi berwarna merah sebagai tersangka dan langsung menjalani penahanan.

BACA JUGA: Berkas P-21, Dirut PT DPS Segera Jalani Tahap Dua

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan penahanan dilakukan setelah jaksa peneliti melengkapi berkas kasus tersebut. Penyidik juga mengantisipasi agar tersangka tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

"Kami lakukan penahanan tersangka setelah semua berkas sudah lengkap," ucapnya, Rabu 15 Mei 2019.

Seperti diberitakan sebelumnya, tersangka terlibat tindak pidana korupsi bersama Antonius Aris Saputra yang merupakan Dirut PT ANC Trading Network yang tidak memiliki pengalaman menghadirkan kapal Floating Crane.

BACA JUGA: Rekanan PT DPS Bantah Korupsi Pengadaan Kapal

Rekanan PT DPS itu ternyata broker atau sales saja dan bukan perusahaan yang menyediakan kapal tersebut.

Mantan Kajari Surabaya ini mengatakan usia kapal Floating Crane yang dihadirkan oleh PT DPS itu berusia 43 tahun. "Itu sudah melanggar perundang-undangan yang ditetapkan bahwa membeli barang bekas maksimal 20 tahun," kata Didik.

Atas perbuatannya itu, pelaku dijerat pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahub 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman hukuman maksimal lima belas tahun penjara," kata Didik.